BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kata “resiko”
seringkali kita dengar dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari
oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual
maupun organisasi. Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya
tidak dapat dilepaskann dari aktivitas
mengela resiko, begitupula dalam dunia perbankan.
Resiko berhubungan dengan ketidakpastian,
ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa
yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti dapat berakibat menguntungkan atau
merugikan. Namun resiko yang merugikan inilah yang harus diatasi atau
diminimalisir oleh suatu perusahaan.
Resiko tentu saja harus dikelola karna
mengandung biaya yang tidak sedikit. Resiko dapat dikurangnni dan bahkan
dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan
dapat mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi, adapun proses dari
manajemen resiko harus melalui bbeberapa tahapan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Manajemen Risiko sebagai sebuah
proses ?
2. Seperti apa model Manajemen Risiko di
Bank Islam ?
3. Bagaimana kerangka Manajemen Risiko ?
4. Bagaimana proses Manajemen Risiko dalam
Perbankan ?
5.
Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan
?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Risiko
Sebagai Sebuah Proses
Manajemen risiko adalah sebagai sebuah proses dimana didalamnya
terdapat berbagai tahapan yang saling berkaitan untuk saling melengkapi dan
menyempurnakan. Proses manajemen risiko berjalan beriringan dengan proses bank
Islam itu sendiri dan menyatu dengan seluruh aktivitas bisnis yang dilakukan
oleh bank Islam.
Tujuan utama dari manajemen risiko adalah untuk mamastikan bahwa
seluruh kebijakan risiko dan bisnis bisa diimplementasikan secara konsisten.
Namun, pada praktiknya proses penerapan manajemen risiko sendiri beberapa
mengalami perubahan orientasi. Praktik manajemen risiko klasik masih
berorientasi pada penerapan batas risiko (Risk Limit) yang konsisten
sambil memastikan bahwa kegiatan bisnis tetap menguntungkan. Praktik manajemen
menggunakan berbagai ukuran risiko dalam penentuan batas risiko dan menjalankan
prinsip risk-adjusted performance pada setiap lini bisnisnya. Jika pada
manajemen risiko klasik, pengelolaan risiko merupakan hal yang terpisah dari
kegiatan bisnis perbankan, namun pada manajemen risiko modern, pengelolaan
risiko merupakan hal yang koheren dengan bisnis perbankan. Risiko merupakan
salah satu hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan
bisnis perbankan.
B.
Model Manajemen
Risiko Di Bank Islam
Pada dasarnya tidak ada praktik manajemen risiko generik yang dapat
ditetapkan disemua institusi, termasuk bank. Yang ada hanyalah standar kerangka
dan proses manajemen risiko yang dapat menjadi panduan bagi setiap bank dalam
menerapkan manajemen risiko. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa
manajemen risiko modern menyatu dengan kebijakan bisnis perbankan. Oleh
karenanya, praktek manajemen risiko disetiap bank sangat tergantung dari karakter bisnis bank tersebut.
Demikian halnya dengan bank Islam, walaupun sama-sama berada dalam
industri perbankan, praktik manajemen risiko untuk bank Islam tidak dapat
disamakan sepenuhnya dengan praktik di bank konvensioanal. Pada tataran
standar, kerangka kerja, ukuran dan proses manajemen risiko, keduanya bisa saja
sama. Namun,dalam tataran filosofis, mitigasi, dan kebijakan risiko keduanya
bisa berbeda 180 derajat karena adanya perbedaan prinsip bisnis yang didasari
seluruh aktivitas bisnis di bank konvensional dan bank Islam. Oleh karena itu,
proses awal penerapan konteks dimana manajemen risiko akan diterapkan.
Manajemen risiko yang baik seharusnya dapat menciptakan nilai
tambah bagi bank dan hal tersebut tidak akan pernah terwujud jika manajemen
risiko bukan merupakan bagian integral dari bank tesebut. Oleh karenanya,
risiko harus menjadi dasar pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan yang
penerapanya sesuai dengan karakteristik bank. Selain itu, penerapanya pun tidak
boleh kaku. Manajemen risiko yang baik seharusnya berjalan secara dinamis, dan
responsif terhadap sikap perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun
eksternal bank.
C.
Kerangka
Manajemen Risiko
Setiap bank yang telah menerapkan manajemen risiko dengan baik
biasanya memiliki kerangka kerja manajemen risiko (risk management
framework). Kerangka manajemen risiko yang dapat digunakan dapat dilihat
pada gambar berikut :
Plan
Act
Do
Check
Kerangka
manajemen risiko yang baik selalu dimulai dari pemberian mandat dan komitmen kepada
salah satu unit dalam struktur organisasi bank. Dimana unit ini bertanggung jawab untuk memastikan penerapan
manajemen risiko di bank Islam. Mandat dan komitmen tersebut biasanya tercantum
secara jelas pada dokumen risk management charter (RMC) yang didalamnya
memuat filosofi penertapan manajemen risiko pada bank Islam, struktur
organisasi manajemen risiko, wewenang, tanggung jawab, berbagai ketentuanteknis
koodinasi manajemen risiko, dan proses evaluasi periodik terhadap praktik
manajemenrisiko di bank Islam. RMC menverminkan komitmen bank dalam menerapkan
praktik manajemen risiko yang baik. Komitmen tercantum secara eksplisit dalam
sebuah dokumenlegal yang dapat menjadi dasar praktik manajemen risiko yang
komprehensif.
Kerangka
manajemen risiko yang ditunjukan diatas mengikuti prinsip Plan-Do-Check-Act
(PDAC) yang dimulai dari penyusunan kerangka manajemen risiko (plan),
implementasi desain kerangka kerja manajemen risikon (do), monitoring dan
review secara berkala (check), dan perbaikan secara kontinu atas kerangka kerja
manajemen risiko yang telash dijalankan (act). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kerangka manajemen risiko merupakan proses berkelanjutan yang berjalan secara
dinamis dan responsif terhadap berbagai perubahan-perubahan yang ada.
Dalam kerangka
kerja tersebut, terdapat proses manajemen risiko yang di dalamnya mencakup
semua tahapan yang harus dilakukan oleh bank. Alur proses manajemen risiko
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Proses manajemen risiko pada bank Islam dapat diawali dengan
melakukan tanhap penentuan konteks. Pada tahap ini, semua hal terkait dengan
rincian manajemen risiko diperjelas dan didefinisikan. Tahap penentuan konteks
tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh atas parameter dasar,
ruang lingkup dan kerangka kerja manajemen risiko, mengidentifikasi lingkungan penerapan
manajemen risiko, mengetahui dan menetapkan para pemangku kepentingan utama,
dan menetapkan kriteria untuk menganalisis dan mengevaluasi risiko. Oleh karena
itu, hal-hal yang dilakukan dalam tahapan penentuan konteks harus meliputi:
·
Identifikasi
risiko yang menjadi area asal kepentingan (domain of interest)
·
Perencanaan
poses manajemen risiko
·
Pemetaan
lingkup sosial manajemen risiko, identitas dan tujuan pemangku kepentingan
·
Kriteria dan
dasar untuk mengevaluasi risiko
·
Mengidentifikasi
kerangka kerja untuk aktivitas dan agenda identifikasi
·
Mengembangkan
kriteria analisi risiko-risiko yang terlibat dalam proses
·
Mitigasi atau
solusi risiko dengan menggunakan teknologi, SDM, dan sumber daya yang ada
Kotak
yang berwarna putih diatas merupakan rincian dari risk assesment yang
dilakukan oleh bank Islam.sebagaimana didalamnya terdapat tahapan identifikasi
risiko, analisis risiko, dan evaluasi risiko. Proses identifikasi risiko dapat
dimulai dari sumber permasalahan (source analysis) maupun dari permasalahan
itu sendiri (problem analysis). Selain itu metodelogi yang digunakan
dalam identifikasi risiko sangat tergantung pada budaya, praktik di industri,
dan kepatuhan pada berbagai peraturan yang berlaku.
D.
Proses
Manajemen Risiko dalam Perankan
a)
Proses Identifikasi
Risiko di Bank Islam
Proses
identifikasi risiko merupakan sebuah proses untuk menentukan risiko apa yang
dapat terjadi, mengapa risiko tersebut terjadi dan bagaimana risiko itu
terjadi. Proses identifikasi risiko harus dilakukan secara menyeluruh. Risiko
yang melekat pada produk dan aktivitas bank dapat berbeda-beda. Begitu pula
dampaknya. Ada beberapa tahapan dalam identifikasi risiko, yaitu:
1.
Menyusun daftar
risiko secara komprehensif. Selain itu perlu dicatat faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko secara terperinci. Dalam proses ini akan tergambar
kemungkinan masalah yang dihadapi dan besarnya konsekuensi atau kerugian yang
mungkin terjadi. Besarnya kerugian akan menentukan level risiko yang akan
dihadapi nantinya.
2.
Menganalisis
karakteristik risiko yang melekat pada bank Islam, risisko yang melekat pada
produk maupun kegiatan usaha bank.
3.
Menggambarkan
proses terjadinya risiko dengan menganalisis faktor-faktor apa yang menjadi
penyebab terjadinya risiko dan menentukan besarnya probabilitas sebuah risiko akan
terjadi.
4.
Membuat daftar
sumber terjadinya risiko untuk masing-masing risiko.
5.
Menentukan
pendekatan atau instrumen yang tepat untuk identifikasi risiko. Misalnya,
berdasarkan pengalaman, pencatatan risiko yang pernah terjadi, dll. Dalam proses
identifikasi untuk menilai nasabah dapat dilakukan melalui credit scoring,
menghitung probabilitas gagal bayar dan kerugian ketika gagal bayar terjadi, rencana
bisnis dan arus kas terkait bagaimana nasabah membayar kembali kewajibannya.
b)
Proses Analisa
Risiko di Bank Islam
Setelah melakukan identifikasi
risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran atau penilaian risiko dengan
cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan
probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya
suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman.
Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk
memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada
tahap ini sangtalah penting untuk menentukan dugaan yang terbaik supaya
nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan
manajemen risiko. Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah menentukan
kemungkinan terjadi suatu risiko karena informasi statistik tidak selalu
tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak
severity (kerusakan) seringkali cukup sulit untuk asset immateriil. Hasil
penilaian risiko tersebut akan berguna untuk melakukan prioritisasi risiko bank
yang nantinya akan dimitigasi. Metodologi umum digunakan dalam analisa atau
penilaian risiko adalah Composite Risk
Index (CRI) yang dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Ukuran CRI
ini variasinya sangat beragam, tergantung pada karakteristik bank dan tingkat
detail yang diinginkan manajemen. Metode ini membutuhkan adanya dukungan
databasw kejadian dan nilai kerugian (severity)
yang andal.
c) Proses Review Risiko
Dalam proses manajemen risiko,
terdapat proses evaluasi risiko setelah analisis risiko dilakukan. Evaluasi
risiko merupakan proses yang sangat penting karena akan menentukan langkah dan
tindakan yang dapat diambil manajemen untuk mengelola risiko tersebut. Tujuan
dilakukannya evaluasi dan review rsisiko adalah untuk membantu proses
pengambilan keputusan, berdasarkan analisis yang didapatkan dari analisis
risiko, untuk menentukan berbagai kebijakan terkait perlakuan terhadap risiko
dan prioritas pengelolaan risiko yang harus dilakukan.
Pada tahap evaluasi dan review
risiko, tingkat risiko aktual yang terjadi pada bank Islam dimonitor dan
dibandingkan dengan berbagai ketentuan risiko yang telah ditetapkan sebelumnya,
seperti risk tolerance level, risk limit,
dan lain sebagainya. Ketidakcocokan yang terjadi diantara kondisi aktual dan
kebijakan risiko bisa berarti dua hal. Pertama, terjadinya pelanggaran terhadap
keijakan manajemen risiko. Kedua, kebijakan risiko yang telah ditetapkan sudah out of date sehingga harus direvisi dan
disesuaikan dengan perkembangan zaman.
d) Proses Mitigasi Risiko
Ketika
suatu risiko terjadi, terdapat beberapa kemungkinan respons dan tindakan yang
dapat dilakukan untuk menghadapi risiko tersebut. Pertama bank dapat memutuskan
untuk menghindari risiko. Menghindari risiko dipilih sebagai respon terhadap
risiko yang dihadapi, dimana bank menganggap biayanya lebih murah dibandingkan
harus melakukan tindakan lainnya. Kedua, bank dapat memutuskan untuk
mentransfer risiko yang dihadapinya kepada pihak ke tiga, seperti perusahaan
tafakul. Hal ini biasanya terkait dengan risiko murni yang menimbulkan kegiatan
fisik, seperti kebakaran, kecelakaan
kerja, dan lainnya. Ketiga bank dapat melakukan mitigasi risiko ketika risiko
yang dihadapi mustahil untuk dihindari ataupun ditransfer kepada pihak ketiga.
Bank tidak mungkin menghindar karena risiko tersebut melekat langsung pada
proses bisnis dan sulit di transfer karena tidak adanya lembaga khusus yang mau
menerima jenis risiko tersebut, dan kalaupun ada, biaya yang harus dikeluarkan
sangat mahal. Dan keempat, bank bisa membiarkan saja risiko-risiko yang
dihadapinya terjadi dan menimbulkan kerugian. Namun, tindakan ini biasanya
berlaku untuk jenis risiko tertentu yang dampak kerugiannya sangat rendah dan
tidak mempengaruhi aktivitas bisnis bank.
Karena
berbagai risiko pada perbankan biasanya melekat langsung pada proses bisnisnya.
Maka risiko-risiko tersebut tidak mungkin untuk dihindari, dibiarkan, atau
ditransfer kepada pihak ketiga. Respon yang paling realitas bagi bank dalam
menghadapi risiko merupakan proses penyusunan berbagai pilihan dan aksi yang
dapat digunakan bank untuk menetralisasi, mengurangi, atau menghilangkan
kerugian yang mngkin ditimbulkan dari suatu risiko. Mitigasi risiko sebenarnya
merupakan tahapan akhir dari beberapa proses manajemen risiko sebelumnya, yaitu
identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi risiko. Pada tahap evaluasi
risiko, bank dapat melakukan priotisasi risiko dengan memilih beberapa kategori
risiko sebagai risiko terbesar yang memiliki pengaruh signifikan bagi bank.
Risiko yang diprioritaskan oleh bank kemudian akan dimitigasi leih lanjut dan
dipantau implementasinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mitigasi
risiko berfungsi untuk menetralisasi, meminimalisasi, atau bahkan menghilangkan
dampak negatif yang muncul dari kejadian disuatu kategori risiko tertentu. Dan
sekaligus sebagai proses pembelajaran, dimana bank dapat menyiapkan perangkat
kebijakan mitigasi untuk mencegah terulangnya kasus serupa dimasa yang akan
datang.
Mitigasi
risiko pada perbankan, khususnya perbankan Islam, merupakan proses yang cukup
rumit. Sebelum bentuk mitigasi risiko dapat ditetapkan, bank terlebih dahulu
harus mengenali karakteristik setiap risiko yang akan dimitigasi. Mulai dari
sumber penyebabnya, mekanisme terjadinya risiko, dan dampak kerugian yang ditimbulkannya.
Ketika bank menyalurkan pinjaman kepada debitur, maka sumber terjadinya risiko
kredit (gagal bayar) adalah ketika debitur kehilangan kemampuan untuk membayar
cicilan pinjamannya kepada bank. Maka, untuk mengantisipasi kemungkinan gagal
bayarnya debitur, bank biasanya membuat alokasi presentasi penyisihan tertentu
untuk berjaga-jaga jika debitur gagal bayar. Selain itu, bank biasanya juga
meminta debitur menyediakan agunan yang dapat dilikuidasi ketika debitur tidak
mampu melunasi utangnya. Dengan melakukan langkah tersebut, nilai kerugian yang
mungkin akan diderita bank akan berkurang dan dapat diminimalisir.
Bentuk
mitigasi risiko untuk setiap jenis usaha risiko bisa berbeda-beda tergantung
karakteristik risiko tersebut, dampak kerugian yang ditimbulkannya, dan
kebijakan risiko yang diterapkan. Karena bank Islam dan konvensional memiliki
perbedaan mendasar dalam prinsip kegiatan operasi, maka tidak semua strategi
mitigasi risiko yang dilakukan oleh bank konvensional dilakukan pada bank
Islam. Sebagai contoh, untuk memitigasi beberapa jenis risiko yang ada (risiko
kredit, risiko pasar, dan beberapa risiko lainnya), bank konvensional biasa
melakukan aktivitas bedging (lindung
nilai) dengan melakukan berbagai transaksi derivatif, seperti forward, future,option dan swap. Namun bagi bank Islam, bentuk
mitigasi risiko tersebut tidak dapat dilakukan karena tingginya kandungan gharar, riba dan maysir pada seluruh kontrak derivatif tersebut. Sehingga pada bank
Islam, praktik mitigasi risiko tidak semata-mata hanya untuk mentralisasi atau
mengurangi dampak negatif risiko, namun juga harus dipastikan tidak melanggar
berbagai prinsip syariah yang menjadi landasan operasional bank Islam.
e)
Proses
Monitoring Risiko di Bank Islam
Mengidentifikasi, menganalisa dan
merencanakan suatu risiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu
proyek. Namun, manajemen risiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek,
pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam
rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk
selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran
risiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk
mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu
risiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan
secara efektif.
E. Sarana dan Prasarana yang
Dibutuhkan
a) Perangkat Formal dan Stktur
Organisasi
Seperti
yang telah disinggung sebelumnya, manajemen risiko merupakan sebuah proses
berkelanjutan. Karenanya, implementasi manajemen risiko tidak dapat dilakukan
hanya dengan mengandalkan satu orang atau beberapa orang tertentu yang ada di
bank. Pada bank yang baru menerapkan manajemen risiko, kebijakan risiko
biasanya masih sangat tergantung dari individu tertentu yang ada di dalam bank.
Manajemen risiko belum terwujud secara formal dalam stuktur organisasi,
kebijakan dan budaya bank. Namun lambat laun, seiring dengan kematangan bank
dalam menerapkan menajemen risiko, proses manajemen risiko akan dapat menyatu
dengan seluruh aktivitas bank.
Oleh
karenanya, untuk memastikan bahwa manajemen risiko dapat berjalan baik,
diperlukan serangkaian prosedur administrasi dan organisasi yang bertujuan
untuk mendukung proses implementasi manajemen risiko. Bank Islam harus memiliki
kebijakan manajemen risiko, piagam manajemen risiko, standar prosedur
operasional, infrastruktur da proses manajemen risiko. Selain itu, diperlukan
adanya satu unit khusus dalam struktur organisasi yang didalamnya telah
memasukkan unit pelaksana manajemen risiko adalah sebagai berikut:
Departemen
atau unit manajemen risiko memiliki tanggung jawab untuk memastikan
implementasi manajemen risiko secara komprehensif. Namun, kebijakan manajemen
risiko tetap menjadi wilayah pengambilan keputusan manajemen puncak dan
implementasinya disebarkan secara merata kepada seluruh departemen dan unit
bisnis yang ada di struktur organisasi bank Islam.
b) Dokumen Kebijakan Manajemen Risiko
Para
dokumen kebijakan manajemen risiko, setidaknya mencakup beberapa komponen di
dalamnya, yakni (i) delegasi wewenang kepada manajemen untuk melakukan
pengelolaan risiko, (ii) berbagai kriteria yang sesuai untuk mengelola risiko,
termasuk risk appetite, (iii)
segregasi tugas yang jelas dalam proses implementasi manajemen risiko, dan (iv)
saluran komunikasi yang dibutuhkan dalam pelaporan manajemen risiko dalam bank.
Sehingga, dokumen kebijakan manajemen risiko yang baik seharusnya berisi
cakupan, tujuan, dan sasaran manajemen risiko, filosofi manajemen terhadap
manajemen risiko, prosedur identifikasi risiko, tata kelola dan struktur
organisasi, dan kerangka kerja.
Bagian
cakupan setidaknya mendefinisikan applicability
dokumen kebijakan bank. Sementara bagian objektif dan sasaran setidaknya memuat
beberapa hal, seperti (i) komitmen manajemen untuk melakukan fungsi manajemen
risiko, (ii) pengembangan fungsi manajemen risiko meliputi proses segregasi
tugas dan wewenang, (iii) protokol proses manajemen risiko yang secara jelas
mengaitkan risk appetite dan best practices dengan tata kelola bank,
(iv) pentingnya untuk terus membuat manajemen aware terhadap eksposur risiko yang dihadapi bank dan (v)
menekankan akan pentingnya konsistensi dan akurasi dalam implementasi manajemen
risiko.
Bagian
filosofi manajemen terhadap manajemen terhadap manajemen risiko berisi tentang high-levelI overview dari aktivitas komersil dan strategi bank dan pernyataan
yang menghubungkan antara toleransi risiko dan strategi bisnis bank. Secara
formal, toleransi risiko dapat dinyatakan dalam tingkat laba atau arus kas
minimum yang dapat ditoleransi, minimum rating kredit yang dapat diterima,
limit atau target ukuran variabilitas kinerja keuangan bank (seperti: value at risk (VaR), earning at risk (EaR), cash flow at risk (CFaR)
c) Struktur Organisasi Bank Berbasis
Manajemen Risiko
Bagian
identifikasi risiko berisi tentang seluruh risiko yang telah di identifikasi
mempengaruhi aktivitas bisnis bank. Sementara bagian tata kelola dan struktur
organisasi berisi tentang penjelasan struktur organisasi manajemen risiko serta
penjelasan tentang segregasi tugas dan tanggung jawab masing-masing organ
manajemen risiko dalam bank Islam. Dalam struktur organisasi, harus dipastikan
bahwa satuan kerja yang berfungsi melakukan transaksi (risk taking unit) adalah independen terhadap satuan kerja yang
melakukan fungsi pengendalian internal, serta independen pula terhadap satuan
kerja manajemen risiko. Hal ini dimaksudkan agar setiap satuan kerja dapat
fokus untuk menjalankan tugasnya masing-masing dan berbagai fraud akibat buruknya tata kelola dapat
dihindari.
Organ-organ
manajemen risiko yang ada pada bank Islam bisa bervariasi tergantung kebijakan
manajemen risiko yang dijalankan. Namun biasanya, organ manajemen risiko
terdiri atas komite manajemen risiko, satuan kerja manajemen risiko, dan komite
pemantau risiko. Komite manajemen risiko biasanya memiliki beberapa
karakteristik, seperti:
1. Keanggotaannya
dapat bersifat tetap atau tidak, tergantung dari kebutuhan bank.
2. Direktur
kepatuhan atau direktur manajemen risiko wajib ditunjuk sebagai komite
manajemen risiko.
3. Anggota
komite adalah para pejabat satu tingkat dibawah direksi yang memimpin satuan
kerja operasional dan satuan kerja manajemen risiko.
4. Tanggung
jawab komite meliputi penyusunan kebijakan manajemen risiko dan perubahannya,
perbaikan dan penyempurnaan implementasi manajemen risiko, dan justifikasi atas
hal-hal terkait dengan kepuusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal.
Sementara
itu, satuan kerja manajemen risiko memiliki beberapa karakteristik, yakni:
1. Struktur
organisasi satuan kerja manajemen risiko disesuaikan dengan ukuran dan
kompleksitas usaha.
2. Pejabat
yang memimpin satuan kerja manajemen risiko dapat setingkat atau tidak
setingkat dengan posisi pimpinan satuan kerja operasional dan bertanggung jawab
langsung kepada direksi yang ditugaskan khusus.
3. Satuan
kerja manajemen risiko independen terhadap satuan kerja operasional dan satuan
kerja audit internal.
Satuan
kerja manajemen risiko memiliki beberapa tanggung jawab, yakni:
1. Memantau
implementasi manajemen risiko yang direkomendasikan komite manajemen risiko dan
yang telah disetujui direksi.
2. Memantau
posisi atau eksposur risiko bank per jenis dan per aktivitas fungsional.
3. Menerapkan
stress testing, terhadap dampak masing-masing jenis risiko terhadap
masing-masing satuan kerja operasional.
4. Mengkaji
usulan aktivitas, produk, investasi atau transaksi baru.
5. Merekomendasikan
besaran atau maksimun risk limit masing-masing
satuan kerja operasionl.
6. Mengevaluasi
akurasi dan validitas data untuk pengukuran risiko bank.
7. Menyusun
dan menyampaikan laporan profil risiko kepada dirut dan komite manajemen risiko
secara berkala atau dalam frekuensi lebih jika terjadi perubahan atas kondisi
pasar yang drastis.
8. Menerima
informasi eksposur risiko dari masing-masing satuan kerja operasional.
Sedangkan komite pemantau risiko harus diketuai
oleh seorang komisaris independen dan anggotanya terdiri dari beberapa anggota
dewan komisaris dan anggota yang berasal dari pihak independen yang ahli di
bidang manajemen risiko. Komite pemantau risiko memiliki beberapa tanggung
jawab yakni:
1.
Melakukan evaluasi atas strategi
pengelolaan risiko, sistem, dan kebijakan serta kontrol internal, metodologi,
dan infrastruktur manajemen risiko bank.
2.
Memonitor potensi risiko-risiko yang
dihadapi bank.
3.
Melakukan tinjauan atas konsistensi
antara kebijakan pengelolaan risiko dengan pelaksanaannya.
Terakhir, proses implementasi manajemen
risiko juga harus didukung ketersediaan sistem informasi teknologi yang andal
dan berguna dalam menyediakan database
kejadian kerugian, menjalankan model pengukuran risiko, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen risiko adalah sebagai sebuah proses dimana didalamnya
terdapat berbagai tahapan yang saling berkaitan untuk saling melengkapi dan
menyempurnakan. Proses manajemen risiko berjalan beriringan dengan proses bank
Islam itu sendiri dan menyatu dengan seluruh aktivitas bisnis yang dilakukan
oleh bank Islam. Tujuan utama dari manajemen risiko adalah untuk mamastikan
bahwa seluruh kebijakan risiko dan bisnis bisa diimplementasikan secara
konsisten.
Adapun proses manajemen resiko meliputi Proses Identifikasi Risiko di Bank Islam, Proses
Analisa Risiko di Bank Islam, proses review resiko, proses mitigasi resiko, dan proses monitoring
resiko. Semua tahapan dari proses tersebut berkesinambungan dalam menunjang
manajemen resiko tersebut.
Dalam
pelaksanaan proses manajemen resiko tersebut tentu saja dibutuhkan sarana dan
prasarana yang mendukung seperti perangkat formal dan stuktur
organisasi, dokumen kebijakan manajemen resiko, dan struktur organisasi bank
berbasis manajemen resiko.
Komentar
Posting Komentar