PAJAK/FA’I
(Tafsir Surat Al-Hasyr (59) Ayat 7)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Tafsir
Ayat-Ayat Ekonomi
Dosen Pengampu : Yusup Azazy, S.Ag, MA
Disusun Oleh Kelompok IX
v
Adnan Akbar
(1153020011)
v
Dede Riris Karina
(1153020036)
v
Desi Ratna Wulan (1153020038)
v
Neng Yeni Srilestari (1153020053)
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
1438 H/2016 M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang .................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C.
Tujuan
Pembahasan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
A.
Tafsir Al-Quran
Surat Al-Hasyr Ayat 7 ........................................................... 3
1.
Ayat dan
Terjemahannya ...................................................................... 3
2.
Makna Global ....................................................................................... 3
3.
Asbab Nuzul ........................................................................................ 3
4.
Tafsir Ayat ............................................................................................ 4
5.
Istinbath Ayat ....................................................................................... 7
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 8
A.
Kesimpulan ....................................................................................................... 9
B.
Saran ................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan
Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pajak/Fa’I (Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 7)” yang merupakan salah satu tugas
mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi dengan dosen pengampu Bapak Yusup Azazy
S.Ag, MA.
Makalah ini
tidak akan selesai tanpa bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih. Karena berkat bantuannya kami mendapatkan banyak
kemudahan dalam mengerjakannya. Harapan kami mudah-mudahan makalah ini
memeberikan manfaat untuk kami khususnya dan untuk para pembaca umumnya.
Tak lupa
kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari
semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandung, November 2016
Kelompok IX
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini masih banyak terjadi perdebatan antara ahli
ekonomi mengenai pendistribusian pendapatan atau kekayaan. Meski sudah ada dua system ekonomi yaitu kapitallis
dan sosialis tapi kedua system ekonomi
tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata terhadap
masalah pendistribusian dalam masyarakat.
Dimana system ekonomi kapitalis memandang seseorang
individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan)
dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk
memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi sosialis
berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat membahayakan masyarakat. Islam
mengambil jalan tengah yang mampu membantu dalam menegakkan suatu sistem yang
wajar dan adil. Islam tidak memberikan kebebesan mutlak maupun hak yang tidak
terbatas dalam pemilikan kekayaan pribadi bagi individu dalam lapangan
produksi, dan tidak pula mengikat individu pada sebuah sistem pemerataan ekonomi
yang di bawah sistem ini ia tidak dapat memperoleh dan memiliki kekayaan secara
bebas.
Bahkan
sebenarnya Allah telah menjelaskan mengenai pendistribusian akan pendapatan itu
dalam Al-Qur’an yang mana terdapat dalam beberbagai surat salah satunya dalam
surat Al-Hasyr ayat 7 mengenai pajak (fa’i) yang merupakan salah satu dari
beberapa jenis pendistribusian pendapatan atau kekayaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Tafsir dari Qur’an surat Al-Hasyr ayat
7?
2. Bagaimana isi kandungan ayat Al-Hasyr ayat
7?
C. Tujuan
1. Menambahkan wawasan mengenai tafsir surat
Al-Hasyr ayat 7
2. Memberi pemahaman mengenai kandungan dalam
Al-Hasyr ayat 7
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tafsir Al-Quran
Surat Al-Hasyr Ayat 7
1.
Ayat dan
Terjemahannya
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ
فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ
وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya :
Apa saja harta rampasan (fai-i)
yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.
apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.
2.
Makna Global
Pokok pembicaraan ayat diatas adalah seputar hokum fa’I, yaitu
harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh. muslimin.Sedangkan
harta rampasan itu untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Cara pembagian tersebut merupakan wujud
keadilan distribusi harta, dengan tujuan supaya harta tersebut tidak beredar di
antara orang-orang kaya saja. Bertaqwalah kepada Allah dengan meninggalkan apa
yang dilarang oleh Allah SWT. Asas pemerataan ekonomi dan
keuangan ini sangat dijunjung tinggi oleh Nabi yang dalam Al-Quran dianjurkan
supaya diikuti pula oleh manusia-manusia yang mengimani Al-Quran. Pada saat
yang bersamaan, ayat ini juga sekaligus mengingatkan umat dan masyarakat supaya
menjauhi aktivitas ekonomi dan keuangan yang dilarang oleh Rasulullah.
3.
Asbab Nuzul
Dalam
suatu riwayat dikemukan bahwa surat al-Anfaal turun di waktu terjadi peperangan
Badar (Ramadhan 2H/624M), sementara surat al-Hasyr diturunkan pada waktu
peperangan bani Nadhir (4H/625M). Kaum yahudi bani Nadhir adalah penduduk yang
dahulu di zaman Nabi Muhammad bertempat tinggal dan berkebun kurma di luar kota
Madinah.
Karena
pengkhianatan mereka kepada Rasulullah, maka Rasul pun mengepung mereka dan
mengusirnya seraya Rasul membolehkan mereka membawa harta kekayaannya sejauh
yang mereka mampu mengangkutnya dengan binatang-binatang mereka, dengan catatan
mereka tidak diperbolehkan membawa senjata. Mereka pun kemudian pergi sampai ke
Syam (Syria). Allah menurunkan ayat 1 sampai 5 surat al-Hasyr yang pada intinya
adalah membenarkan tindakan Rasulullah itu termasuk tindakannya untuk mengambil
alih sisa-sisa harta yang ditinggalkan mereka (kaum bani Nadhir).
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah sampai di tempat kaum bani
Nadhir, mereka bersembunyi di dalam benteng. Lalu Rasulullah memerintahkan para
sahabat supaya menebang pohon-pohon kurma untuk kemudian membakarnya (sampai
berasap tebal) yang menyebabkan bani Nadhir tidak mampu lagi bertahan di dalam
benteng. Mereka lalu berteriak-teriak memanggil Nabi Muhammad sambil
mengatakan: “Hai Muhammad! Kamu telah melarang orang merusak bumi, dan mencela
orang yang berbuat kerusakan (di muka bumi), namun mengapa kamu sendiri justru
menebangi pohon-pohon kurma dan lalu membakarnya?” Terkait teriakan mereka itu,
maka turunlah ayat 9 dari surat al-Hasyr.
4.
Tafsir Ayat
Firman Allah ini
menjelaskan tentang makna fa’i sifat dan hikmahnya. Fa’i adalah segala harta
benda yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan dan tanpa
mengerahkan kuda maupun unta. Seperti harta benda bani an-Nadhir ini, dimana
kaum muslimin memperolehnya tanpa menggunakan kuda maupun unta, artinya mereka
dalam hal ini tidak berperang terhadap musuh dengan menyerang atau menyerbu
mereka, tetapi para musuh itu dihinggapi rasa takut yang telah Allah timpakan
ke dalam hati mereka karena wibawa Rasulullah. Kemudian Allah memberikan harta
benda yang telah mereka tinggalkan untuk Rasul-Nya. Oleh karena itu, beliau
mengatur pembagian harta benda yang diperoleh dari Bani an-Nadhir sekehendak
hati beliau, dengan mengembalikannya kepada kaum muslimin untuk dibelanjakan
dalam segala sisi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan oleh Allah
dalam ayat-ayat ini.
Harta kekayaan dalam
bentuk apapun yang Allah berikan kepada Rasul-Nya dari ahli qura (penduduk
Khaibar, Fadak dan ‘Arinah), itu untuk Allah, untuk Rasulullah, untuk Dzawil
Qurba (kerabat dekat), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil.
Menurut ayat ini, al-fai (diluar kasus bani Nadhir), itu dibagi ke dalam lima
bagian dengan ketentuan: 1/5 daripadanya didistribusikan untuk lima kelompok,
yaitu untuk Allah dan Rasulullah yang digunakan untuk kebutuhan hidup beliau
selama hayatnya, dan kemudian didayagunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin
sepeninggalnya; untuk keluarga dekat Nabi Muhammad, dalam hal ini Bani Hasyim
dan Bani Abdul Muthalib; untuk kepentingan anak-anak yatim; untuk orang-orang
miskin; dan untuk ibnu sabil (anak-anak jalanan yang terlantar). Sementara yang
4/5 bagian selebihnya, adalah khusus untuk Nabi, yang 4/5 bagian ini telah
beliau bagi-bagikan selama hidupnya kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada kaum
Anshar, kecuali dua orang saja yang nyata-nyata fakir.
Imam Ahmad
meriwayatkan, Sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar memberitahu kami dari az-Zuhri, dari
Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar, ia berkata: “Harta Bani an-Nadhir
termasuk yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya, dengan tidak ada usaha
terlebih dahulu dari kaum muslimin untuk mengerahkan kuda dan untanya. Oleh
karena itu, harta rampasan itu hanya khusus untuk Rasulullah, beliau nafkahkan
untuk keluarganya sebagai nafkah untuk satu tahun. Dan sisanya beliau
manfaatkan untuk kuda-kuda perang dan persenjataan di jalan-Nya.”
Telah dijadikan
pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i ini agar tidak hanya dimonopoli
oleh orang-orang kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan hawa
nafsu mereka, serta tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin
sedikitpun.
Ketentuan hukum yang membagi-bagikan harta fai ke dalam beberapa kelompok
sosial itu, di antara tujuan utamanya ialah untuk memeratakan peredaran harta
kekayaan (ekonomi dan keuangan) supaya tidak selalu atau selamanya bergulir dan
bergilir pada segelintir tangan orang-orang kaya saja diantara mereka.
Disinilah pula terletak kelebihan esensial teori ekonomi profetik (kenabian)
yang sangat mementingkan asas pemerataan disamping prinsip keadilan dan
terutama keberkahan. Usaha memeratakan peredaran ekonomi sebagaimana yang mudah
disaksikan maupun terutama dirasakan memang yang paling sulit, betapa banyak
ketimpangan sosial ekonomi dan keuangan di tengah-tengah masyarakat ini.
Kebijakan Allah dan Rasul-Nya yang memberikan harta fai hanya kepada kaum
Muhajirin yang pada umumnya miskin, dan tidak kepada kaum Anshar yang
kebanyakan sudah kaya atau bahkan kaya-raya, kecuali kepada satu atau dua orang
yang benar-benar fakir. Jadi asas pemerataan ekonomi dan keuangan model
Rasulullah itu jelas dan tegas. Lebih didasarkan atas pertimbangan
(keberpihakan) kefakiran dan kemiskinan masyarakat, bukan karena pertimbangan
etnik dalam hal ini keperpihakan Nabi kepada kaum Muhajirin dan pengabaian kaum
Anshar. Namun alasan apa pun yang disampaikan Nabi ketika itu apalagi di zaman
sekarang ini, tampaknya akan tetap terus dan terus tetap menuai kecemburuan
pihak yang tidak mendapatkan dana fai maupun dana sosial lainnya. Hal yang
maklum karena al-mal (harta), sesuai dengan makna dasarnya, selalu memikat
semua dan setiap orang tanpa peduli apakah ia itu fakir miskin ataukah kaya
raya. Kebijakan sapu jagat yang seringkali diambil oleh pemangku kebijakan,
seringkali mengabaikan asas pemerataan dan keadilan ini, meskipun pada saat
yang bersamaan, kebijakan sapu jagat itu
seolah-olah berasas pemerataan. Ambil contoh pembebasan biaya pendidikan yang
tidak lagi memandang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin atau antara
yang mampu dan tidak mampu, semuanya dibebaskan dari biaya sekolah.
Disini tampak Al-Quran memberikan tuntunan kepada orang-orang beriman untuk
bersikap tulus tanpa embel-embel apapun dalam menerima dan mengamalkan hukum
yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Termasuk penetapan hukum
tentang pembagian harta fai yang secara lahiriah seolah-olah tidak adil itu
lantaran hanya diperuntukkan kaum Muhajirin dan tidak untuk kaum Anshar
kebanyakan. Padahal, kaum Anshar demikian besar pengorbanannya kepada penduduk
asal Muhajirin. Namun, hukum fai yang pembagiannya seperti demikian itu,
bukanlah berdasarkan kepada etnik karena Muhajirin atau disebabkan Anshar,
melainkan lebih kepada pertimbangan perwujudan keseimbangan dan pemerataan
kehidupan sosial ekonomi yang harus ditempuh dengan cara memberikan bagian
lebih kepada kaum fakir miskin yang kebetulan kala itu didominasi oleh kaum
Muhajirin yang sewaktu hijrah ke Madinah memang tidak mungkin membawa harta
kekayaan yang mereka miliki di Mekah. Sehingga apa pun yang beliau perintahkan
kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.
Karena beliau hanyalah memerintahkan kepada kebaikan dan melarang keburukan.
Dan dalam kitab
ash-Shahihain juga telah ditegaskan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
bersabda:
“Jika aku perintahkan
kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan apa yang aku larang, maka
jauhilah.”
Imam an-Nasi’i
meriwayatkan dari ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas, bahwa keduanya telah menyaksikan
Rasulullah melarang penggunaan dubba’ (sejenis labu), hantam (guji hijau),
naqir (batang kurma yang dilubangi), dan muzaffat (tempurung yang dilumuri
tir). Setelah itu Rasulullah membaca ayat. “Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah.”
Hendaknya kita semua
bertakwa kepada Allah dalam hal menerima ketetepan hukum-hukum-Nya dan dalam
menjalankan seluruh perintah-Nya serta meninggalkan larangan-Nya, karena
sesungguhnya Allah itu sangat dahsyat hukuman-Nya mana kala hukum-hukumnya
dilanggar oleh manusia.
5.
Istinbath
Ayat
Dari
ayat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)
Harta fa’i itu pada dasarnya dan dalam
kenyataannya diproyeksikan untuk kemaslahatan umum seperti yang dipraktikkan
melalui kebijakan dan kebajikan Rasulullah, kemudian untuk masyarakat miskin
tertentu dalam hal ini keluarga Nabi sendiri (khusus Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muthalib), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil.
2)
Tujuan utama dari pembagian harta
fai (ke dalam lima bagian) yang dilakukan secara profesional, proporsional, dan
prosedural itu, semata-mata untuk mencegah kemungkinan peredaran harta kekayaan
yang selalu dan selamanya berada di dalam genggaman segelintir orang-orang
kaya.
3)
Semua dan setiap hukum yang
dilakukan Rasulullah, wajib diikuti oleh umatnya. Sebaliknya, setiap hukum yang
dilarang oleh Rasulullah, wajib dijauhi oleh umatnya.
4)
Mengikuti hukum Rasulullah itu
merupakan bagian dari perintah ketakwaan kepada Allah, melanggarnya tergolong
ke dalam perbuatan dosa yang akan disiksa oleh Allah.
Menurut
Ibnu Abi Najih yang dikutip oleh Al-Qurtubi bahwa harta itu ada tiga macam:
1)
Ghanimah, yaitu harta yang
didapatkan oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir melalui peperangan,
pemaksaan dan penaklukan.
2)
Fai’, yaitu harta orang kafir yang
diberikan kepada kaum muslimin secara sukarela tanpa ada peperangan dan
pengerahan (kuda dan unta), seperti: kompensasi perdamaian, pajak, kharaj dan
usyuur yang diambil dari pedagang-pedagang kafir. Demikian pula dengan harta
yang ditinggalkan orang kafir, atau harta warisan salah seorang dari mereka
yang mennggal di negeri Islam, sementara dia tidak mempunyai ahli waris.
3)
Sadakah, yaitu harta yang diambil
dari kaum muslimin untuk menyucikan harta mereka, misalnya sedekah dan zakat.
Adapun harta sedekah, harta ini diberikan kepada
fakir, miskin dan amil sebagimana yang telah Allah jelaskan dalam surat
Al-Bara’ah (at-Taubah ayat 90). Sedangkan harta ghanimah, pada awal-awal
islam harta ini diberikan kepada Nabi Muhammad SAW dimana beliau melakukan
apapun yang beliau kehendaki pada harta itu, tentunya dengan petunjuk dari
Allah SWT (QS. Al-Anfal ayat 41).
Adapun harta fa’I, pembagiannya sama dengan
pembagian khumus. Menurut Imam Malik, pembagian itu diserahkan kepada
imam (penguasa). Jika dia (penguasa) berpendapat bahwa kedua harta itu (fa’I
dan Khumus) harus disimpan untuk sesuatu yang akan menimpa kaum
muslimin, maka dia berhak melakukan itu. Tapi jika dia (penguasa) berpendapat
bahwa keduanya atau salah satunya harus dibagikan, maka dia dapat membagikan
sepenuhnya kepada orang-orang.
Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara orang-orang
fakir dan budak. Namun pembagian itu harus dimulai dengan orang-orang fakir
baik yang laik-laki dam perempuan, sampai merela cukup. Karib kerabat rasul
juga harus diberika bagiannya dari harta fa’I sesuai dengan pendapat
sang imam (penguasa). Dalam hal ini tidak ada batasan tertentu.
Harta yang diambil dari suatu daerah harus dibagikan
seluruhnya didaerah tersebut, dan tidak boleh dialihkan ke daerah yang lain
sampai penduduk didaerah itu terpenuhi atau cukup. Setelah itu, barulah harta
itu boleh dialihkan ke daerah lain yang paling dekat, kecuali bila didaerah
lain terdapat penceklik yang sangat, maka harta itu boleh dialihkan kepada
orang-orang yang mengalami penceklik itu, dimana mereka berada. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khathab pada tahun kelabu, dimana
paceklik berlangsung selama lima atau enam tahun.
Dalam teori tersebut diatas, jika melihat pengertian fa’I,
maka salah satu termasuk pada kategori fa’I adalah pajak. Karena pajak
ini diperoleh tanpa peperangan, sebagaimana fa’I dalam bidang
perekonomian Kas Negara yang paling strategis adalah sector pajak. Dengan pajak
ini, hendaknya seorang penguasa memanfaatkannya untuk kepentingan Negara dan
rakyatnya terutama kalangan yang lemah dan miskin. Sehingga dengan masuknya
pajak, maka kesejahteraan akan terwujud.
BAB III
PENUTUP
A.
kesimpulan
Al-Quran telah menekankan bahwa kaum muslim
tidak boleh menahan kekayaan dan pendapatan mereka hanya untuk diri mereka
sendiri. Melainkan setelah memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka secukupnya,
mereka harus melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dekat mereka,
para tetangga serta orang-orang lain di dalam komunitas tersebut. Orang-orang
yang berpunya secara khusus diperintahkan untuk memperhatikan
kepentingan-kepentingan fakir miskin.
Surat Al-Hasyr ayat 7 menegaskan prinsip yang
mengatur pembagian kekayaan dalam sistem kehidupan islami. Bahwa kekayaan itu
harus dibagi-bagikan ke seluruh kelompok masyarakat dan bahwa kekayaan itu
tidak boleh menjadi komoditi yang beredar di antara orang-orang kaya saja.
Al-Quran telah menetapkan aturan tertentu guna mencapai sasaran keadilan dalam
pendistribusian kekayaan dalam masyarakat. Al-Quran telah melarang riba dan
telah memperkenalkan hukum-hukum waris, yang membatasi kekuasaan si pemilik
harta kekayaan dan mendorongnya untuk mendistribusikan seluruh harta miliknya
dikalangan kerabat dekat setelah ia wafat. Kemudian langkah-langkah positif
diambil untuk menyebarkan kekayaan di kalangan penduduk melalui pengutan wajib
zakat, sistem infaq dan sumbangan, sebagaian (dalam bentuk bantuan) untuk
orang-orang miskin dan lemah dari penghasilan negara.
B.
Saran
Menurut
kami dalam mengatur kekayaan yang ada disekeliling kita haruslah dengan
kesadaran sendiri apalagi jika sudah mengetahui mengenai pendistribusian harta.
Terlebih peran pemerintah pun sangat diperlukan. Dan sebaiknya kerabat dekat
terlebih dahulu yang diutamakan. Karena apabila pendistribusiannya merata maka
kemakmuran dan kesejahteraan akan tercapai dan harta tidak akan berkeliling di
pihak-pihak kaya saja.
DAFTAR PUSTAKA
Suma, Muhammad Amin. 2013. Tafsir Ayat Ekonomi. Jakarta:
Amzah.
Azazy,
Yusup. 2016. Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi (Tafsir Al-ayaat Al-Iqtishadiyah).
Bandung
http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-al-hasyr-ayat-7.html (diakses 10 November 2016)
Komentar
Posting Komentar