Langsung ke konten utama

tugas tafsir ayat al-hasyr ayat 7



PAJAK/FA’I
(Tafsir Surat Al-Hasyr (59) Ayat 7)
                            Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi
Dosen Pengampu : Yusup Azazy, S.Ag, MA

Description: D:\Images\20160507145933.jpg

Disusun Oleh Kelompok IX
v  Adnan Akbar                 (1153020011)
v  Dede Riris Karina          (1153020036)
v  Desi Ratna Wulan          (1153020038)
v  Neng Yeni Srilestari       (1153020053)

JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
1438 H/2016 M




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................        ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................       iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................        1
A.     Latar Belakang ..................................................................................................        1
B.     Rumusan Masalah .............................................................................................        2
C.     Tujuan Pembahasan ..........................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................        3
A.     Tafsir Al-Quran Surat Al-Hasyr Ayat 7 ...........................................................        3
1.      Ayat dan Terjemahannya ......................................................................        3
2.      Makna Global .......................................................................................        3
3.      Asbab Nuzul  ........................................................................................        3
4.      Tafsir Ayat ............................................................................................        4
5.      Istinbath Ayat .......................................................................................        7
BAB III PENUTUP ..............................................................................................................        8
A.     Kesimpulan .......................................................................................................        9
B.     Saran .................................................................................................................        9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................      10




KATA PENGANTAR

       Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pajak/Fa’I (Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 7)” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi dengan dosen pengampu Bapak Yusup Azazy S.Ag, MA.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih. Karena berkat bantuannya kami mendapatkan banyak kemudahan dalam mengerjakannya. Harapan kami mudah-mudahan makalah ini memeberikan manfaat untuk kami khususnya dan untuk para pembaca umumnya.
Tak lupa kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.
       Wassalamu’alaikum Wr.Wb


Bandung, November 2016

                                                                                                                    Kelompok IX
 



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Saat ini masih banyak terjadi perdebatan antara ahli ekonomi mengenai pendistribusian pendapatan atau kekayaan. Meski sudah ada dua system ekonomi yaitu kapitallis dan sosialis tapi kedua system ekonomi tersebut ternyata belum dapat memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian dalam masyarakat.
Dimana system ekonomi kapitalis memandang seseorang individu dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan (pendapatan) dengan menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki. Sementara system ekonomi sosialis berpendapat bahwa kebebasan secara mutlak dapat membahayakan masyarakat. Islam mengambil jalan tengah yang mampu membantu dalam menegakkan suatu sistem yang wajar dan adil. Islam tidak memberikan kebebesan mutlak maupun hak yang tidak terbatas dalam pemilikan kekayaan pribadi bagi individu dalam lapangan produksi, dan tidak pula mengikat individu pada sebuah sistem pemerataan ekonomi yang di bawah sistem ini ia tidak dapat memperoleh dan memiliki kekayaan secara bebas.
Bahkan sebenarnya Allah telah menjelaskan mengenai pendistribusian akan pendapatan itu dalam Al-Qur’an yang mana terdapat dalam beberbagai surat salah satunya dalam surat Al-Hasyr ayat 7 mengenai pajak (fa’i) yang merupakan salah satu dari beberapa jenis pendistribusian pendapatan atau kekayaan.








B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Tafsir dari Qur’an surat Al-Hasyr ayat 7?
2.      Bagaimana isi kandungan ayat Al-Hasyr ayat 7?

C.    Tujuan
1.      Menambahkan wawasan mengenai tafsir surat Al-Hasyr ayat 7
2.      Memberi pemahaman mengenai kandungan dalam Al-Hasyr ayat 7



















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tafsir Al-Quran Surat Al-Hasyr Ayat 7
1.      Ayat dan Terjemahannya
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
2.      Makna Global
Pokok pembicaraan ayat diatas adalah seputar hokum fa’I, yaitu harta rampasan perang yang diperoleh dari musuh. muslimin.Sedangkan harta rampasan itu untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Cara pembagian tersebut merupakan wujud keadilan distribusi harta, dengan tujuan supaya harta tersebut tidak beredar di antara orang-orang kaya saja. Bertaqwalah kepada Allah dengan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT. Asas pemerataan ekonomi dan keuangan ini sangat dijunjung tinggi oleh Nabi yang dalam Al-Quran dianjurkan supaya diikuti pula oleh manusia-manusia yang mengimani Al-Quran. Pada saat yang bersamaan, ayat ini juga sekaligus mengingatkan umat dan masyarakat supaya menjauhi aktivitas ekonomi dan keuangan yang dilarang oleh Rasulullah.
3.      Asbab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukan bahwa surat al-Anfaal turun di waktu terjadi peperangan Badar (Ramadhan 2H/624M), sementara surat al-Hasyr diturunkan pada waktu peperangan bani Nadhir (4H/625M). Kaum yahudi bani Nadhir adalah penduduk yang dahulu di zaman Nabi Muhammad bertempat tinggal dan berkebun kurma di luar kota Madinah.
Karena pengkhianatan mereka kepada Rasulullah, maka Rasul pun mengepung mereka dan mengusirnya seraya Rasul membolehkan mereka membawa harta kekayaannya sejauh yang mereka mampu mengangkutnya dengan binatang-binatang mereka, dengan catatan mereka tidak diperbolehkan membawa senjata. Mereka pun kemudian pergi sampai ke Syam (Syria). Allah menurunkan ayat 1 sampai 5 surat al-Hasyr yang pada intinya adalah membenarkan tindakan Rasulullah itu termasuk tindakannya untuk mengambil alih sisa-sisa harta yang ditinggalkan mereka (kaum bani Nadhir).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah sampai di tempat kaum bani Nadhir, mereka bersembunyi di dalam benteng. Lalu Rasulullah memerintahkan para sahabat supaya menebang pohon-pohon kurma untuk kemudian membakarnya (sampai berasap tebal) yang menyebabkan bani Nadhir tidak mampu lagi bertahan di dalam benteng. Mereka lalu berteriak-teriak memanggil Nabi Muhammad sambil mengatakan: “Hai Muhammad! Kamu telah melarang orang merusak bumi, dan mencela orang yang berbuat kerusakan (di muka bumi), namun mengapa kamu sendiri justru menebangi pohon-pohon kurma dan lalu membakarnya?” Terkait teriakan mereka itu, maka turunlah ayat 9 dari surat al-Hasyr.
4.      Tafsir Ayat
Firman Allah ini menjelaskan tentang makna fa’i sifat dan hikmahnya. Fa’i adalah segala harta benda yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan dan tanpa mengerahkan kuda maupun unta. Seperti harta benda bani an-Nadhir ini, dimana kaum muslimin memperolehnya tanpa menggunakan kuda maupun unta, artinya mereka dalam hal ini tidak berperang terhadap musuh dengan menyerang atau menyerbu mereka, tetapi para musuh itu dihinggapi rasa takut yang telah Allah timpakan ke dalam hati mereka karena wibawa Rasulullah. Kemudian Allah memberikan harta benda yang telah mereka tinggalkan untuk Rasul-Nya. Oleh karena itu, beliau mengatur pembagian harta benda yang diperoleh dari Bani an-Nadhir sekehendak hati beliau, dengan mengembalikannya kepada kaum muslimin untuk dibelanjakan dalam segala sisi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan oleh Allah dalam ayat-ayat ini.
Harta kekayaan dalam bentuk apapun yang Allah berikan kepada Rasul-Nya dari ahli qura (penduduk Khaibar, Fadak dan ‘Arinah), itu untuk Allah, untuk Rasulullah, untuk Dzawil Qurba (kerabat dekat), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Menurut ayat ini, al-fai (diluar kasus bani Nadhir), itu dibagi ke dalam lima bagian dengan ketentuan: 1/5 daripadanya didistribusikan untuk lima kelompok, yaitu untuk Allah dan Rasulullah yang digunakan untuk kebutuhan hidup beliau selama hayatnya, dan kemudian didayagunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin sepeninggalnya; untuk keluarga dekat Nabi Muhammad, dalam hal ini Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib; untuk kepentingan anak-anak yatim; untuk orang-orang miskin; dan untuk ibnu sabil (anak-anak jalanan yang terlantar). Sementara yang 4/5 bagian selebihnya, adalah khusus untuk Nabi, yang 4/5 bagian ini telah beliau bagi-bagikan selama hidupnya kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada kaum Anshar, kecuali dua orang saja yang nyata-nyata fakir.
Imam Ahmad meriwayatkan, Sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar memberitahu kami dari az-Zuhri, dari Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar, ia berkata: “Harta Bani an-Nadhir termasuk yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya, dengan tidak ada usaha terlebih dahulu dari kaum muslimin untuk mengerahkan kuda dan untanya. Oleh karena itu, harta rampasan itu hanya khusus untuk Rasulullah, beliau nafkahkan untuk keluarganya sebagai nafkah untuk satu tahun. Dan sisanya beliau manfaatkan untuk kuda-kuda perang dan persenjataan di jalan-Nya.”
Telah dijadikan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i ini agar tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan hawa nafsu mereka, serta tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin sedikitpun.
Ketentuan hukum yang membagi-bagikan harta fai ke dalam beberapa kelompok sosial itu, di antara tujuan utamanya ialah untuk memeratakan peredaran harta kekayaan (ekonomi dan keuangan) supaya tidak selalu atau selamanya bergulir dan bergilir pada segelintir tangan orang-orang kaya saja diantara mereka. Disinilah pula terletak kelebihan esensial teori ekonomi profetik (kenabian) yang sangat mementingkan asas pemerataan disamping prinsip keadilan dan terutama keberkahan. Usaha memeratakan peredaran ekonomi sebagaimana yang mudah disaksikan maupun terutama dirasakan memang yang paling sulit, betapa banyak ketimpangan sosial ekonomi dan keuangan di tengah-tengah masyarakat ini.
Kebijakan Allah dan Rasul-Nya yang memberikan harta fai hanya kepada kaum Muhajirin yang pada umumnya miskin, dan tidak kepada kaum Anshar yang kebanyakan sudah kaya atau bahkan kaya-raya, kecuali kepada satu atau dua orang yang benar-benar fakir. Jadi asas pemerataan ekonomi dan keuangan model Rasulullah itu jelas dan tegas. Lebih didasarkan atas pertimbangan (keberpihakan) kefakiran dan kemiskinan masyarakat, bukan karena pertimbangan etnik dalam hal ini keperpihakan Nabi kepada kaum Muhajirin dan pengabaian kaum Anshar. Namun alasan apa pun yang disampaikan Nabi ketika itu apalagi di zaman sekarang ini, tampaknya akan tetap terus dan terus tetap menuai kecemburuan pihak yang tidak mendapatkan dana fai maupun dana sosial lainnya. Hal yang maklum karena al-mal (harta), sesuai dengan makna dasarnya, selalu memikat semua dan setiap orang tanpa peduli apakah ia itu fakir miskin ataukah kaya raya. Kebijakan sapu jagat yang seringkali diambil oleh pemangku kebijakan, seringkali mengabaikan asas pemerataan dan keadilan ini, meskipun pada saat yang bersamaan, kebijakan sapu jagat  itu seolah-olah berasas pemerataan. Ambil contoh pembebasan biaya pendidikan yang tidak lagi memandang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin atau antara yang mampu dan tidak mampu, semuanya dibebaskan dari biaya sekolah.
Disini tampak Al-Quran memberikan tuntunan kepada orang-orang beriman untuk bersikap tulus tanpa embel-embel apapun dalam menerima dan mengamalkan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Termasuk penetapan hukum tentang pembagian harta fai yang secara lahiriah seolah-olah tidak adil itu lantaran hanya diperuntukkan kaum Muhajirin dan tidak untuk kaum Anshar kebanyakan. Padahal, kaum Anshar demikian besar pengorbanannya kepada penduduk asal Muhajirin. Namun, hukum fai yang pembagiannya seperti demikian itu, bukanlah berdasarkan kepada etnik karena Muhajirin atau disebabkan Anshar, melainkan lebih kepada pertimbangan perwujudan keseimbangan dan pemerataan kehidupan sosial ekonomi yang harus ditempuh dengan cara memberikan bagian lebih kepada kaum fakir miskin yang kebetulan kala itu didominasi oleh kaum Muhajirin yang sewaktu hijrah ke Madinah memang tidak mungkin membawa harta kekayaan yang mereka miliki di Mekah. Sehingga apa pun yang beliau perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah memerintahkan kepada kebaikan dan melarang keburukan.
Dan dalam kitab ash-Shahihain juga telah ditegaskan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
“Jika aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan apa yang aku larang, maka jauhilah.”
Imam an-Nasi’i meriwayatkan dari ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas, bahwa keduanya telah menyaksikan Rasulullah melarang penggunaan dubba’ (sejenis labu), hantam (guji hijau), naqir (batang kurma yang dilubangi), dan muzaffat (tempurung yang dilumuri tir). Setelah itu Rasulullah membaca ayat. “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”
Hendaknya kita semua bertakwa kepada Allah dalam hal menerima ketetepan hukum-hukum-Nya dan dalam menjalankan seluruh perintah-Nya serta meninggalkan larangan-Nya, karena sesungguhnya Allah itu sangat dahsyat hukuman-Nya mana kala hukum-hukumnya dilanggar oleh manusia.


5.      Istinbath Ayat
Dari ayat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)      Harta fa’i itu pada dasarnya dan dalam kenyataannya diproyeksikan untuk kemaslahatan umum seperti yang dipraktikkan melalui kebijakan dan kebajikan Rasulullah, kemudian untuk masyarakat miskin tertentu dalam hal ini keluarga Nabi sendiri (khusus Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil.
2)      Tujuan utama dari pembagian harta fai (ke dalam lima bagian) yang dilakukan secara profesional, proporsional, dan prosedural itu, semata-mata untuk mencegah kemungkinan peredaran harta kekayaan yang selalu dan selamanya berada di dalam genggaman segelintir orang-orang kaya.
3)      Semua dan setiap hukum yang dilakukan Rasulullah, wajib diikuti oleh umatnya. Sebaliknya, setiap hukum yang dilarang oleh Rasulullah, wajib dijauhi oleh umatnya.
4)      Mengikuti hukum Rasulullah itu merupakan bagian dari perintah ketakwaan kepada Allah, melanggarnya tergolong ke dalam perbuatan dosa yang akan disiksa oleh Allah.
Menurut Ibnu Abi Najih yang dikutip oleh Al-Qurtubi bahwa harta itu ada tiga macam:
1)      Ghanimah, yaitu harta yang didapatkan oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir melalui peperangan, pemaksaan dan penaklukan.
2)      Fai’, yaitu harta orang kafir yang diberikan kepada kaum muslimin secara sukarela tanpa ada peperangan dan pengerahan (kuda dan unta), seperti: kompensasi perdamaian, pajak, kharaj dan usyuur yang diambil dari pedagang-pedagang kafir. Demikian pula dengan harta yang ditinggalkan orang kafir, atau harta warisan salah seorang dari mereka yang mennggal di negeri Islam, sementara dia tidak mempunyai ahli waris.
3)      Sadakah, yaitu harta yang diambil dari kaum muslimin untuk menyucikan harta mereka, misalnya sedekah dan zakat.
Adapun harta sedekah, harta ini diberikan kepada fakir, miskin dan amil sebagimana yang telah Allah jelaskan dalam surat Al-Bara’ah (at-Taubah ayat 90). Sedangkan harta ghanimah, pada awal-awal islam harta ini diberikan kepada Nabi Muhammad SAW dimana beliau melakukan apapun yang beliau kehendaki pada harta itu, tentunya dengan petunjuk dari Allah SWT (QS. Al-Anfal ayat 41).
Adapun harta fa’I, pembagiannya sama dengan pembagian khumus. Menurut Imam Malik, pembagian itu diserahkan kepada imam (penguasa). Jika dia (penguasa) berpendapat bahwa kedua harta itu (fa’I dan Khumus) harus disimpan untuk sesuatu yang akan menimpa kaum muslimin, maka dia berhak melakukan itu. Tapi jika dia (penguasa) berpendapat bahwa keduanya atau salah satunya harus dibagikan, maka dia dapat membagikan sepenuhnya kepada orang-orang.
Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara orang-orang fakir dan budak. Namun pembagian itu harus dimulai dengan orang-orang fakir baik yang laik-laki dam perempuan, sampai merela cukup. Karib kerabat rasul juga harus diberika bagiannya dari harta fa’I sesuai dengan pendapat sang imam (penguasa). Dalam hal ini tidak ada batasan tertentu.
Harta yang diambil dari suatu daerah harus dibagikan seluruhnya didaerah tersebut, dan tidak boleh dialihkan ke daerah yang lain sampai penduduk didaerah itu terpenuhi atau cukup. Setelah itu, barulah harta itu boleh dialihkan ke daerah lain yang paling dekat, kecuali bila didaerah lain terdapat penceklik yang sangat, maka harta itu boleh dialihkan kepada orang-orang yang mengalami penceklik itu, dimana mereka berada. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khathab pada tahun kelabu, dimana paceklik berlangsung selama lima atau enam tahun.
Dalam teori tersebut diatas, jika melihat pengertian fa’I, maka salah satu termasuk pada kategori fa’I adalah pajak. Karena pajak ini diperoleh tanpa peperangan, sebagaimana fa’I dalam bidang perekonomian Kas Negara yang paling strategis adalah sector pajak. Dengan pajak ini, hendaknya seorang penguasa memanfaatkannya untuk kepentingan Negara dan rakyatnya terutama kalangan yang lemah dan miskin. Sehingga dengan masuknya pajak, maka kesejahteraan akan terwujud.











BAB III
PENUTUP

A.    kesimpulan
Al-Quran telah menekankan bahwa kaum muslim tidak boleh menahan kekayaan dan pendapatan mereka hanya untuk diri mereka sendiri. Melainkan setelah memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka secukupnya, mereka harus melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dekat mereka, para tetangga serta orang-orang lain di dalam komunitas tersebut. Orang-orang yang berpunya secara khusus diperintahkan untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan fakir miskin.
Surat Al-Hasyr ayat 7 menegaskan prinsip yang mengatur pembagian kekayaan dalam sistem kehidupan islami. Bahwa kekayaan itu harus dibagi-bagikan ke seluruh kelompok masyarakat dan bahwa kekayaan itu tidak boleh menjadi komoditi yang beredar di antara orang-orang kaya saja. Al-Quran telah menetapkan aturan tertentu guna mencapai sasaran keadilan dalam pendistribusian kekayaan dalam masyarakat. Al-Quran telah melarang riba dan telah memperkenalkan hukum-hukum waris, yang membatasi kekuasaan si pemilik harta kekayaan dan mendorongnya untuk mendistribusikan seluruh harta miliknya dikalangan kerabat dekat setelah ia wafat. Kemudian langkah-langkah positif diambil untuk menyebarkan kekayaan di kalangan penduduk melalui pengutan wajib zakat, sistem infaq dan sumbangan, sebagaian (dalam bentuk bantuan) untuk orang-orang miskin dan lemah dari penghasilan negara.

B.     Saran
Menurut kami dalam mengatur kekayaan yang ada disekeliling kita haruslah dengan kesadaran sendiri apalagi jika sudah mengetahui mengenai pendistribusian harta. Terlebih peran pemerintah pun sangat diperlukan. Dan sebaiknya kerabat dekat terlebih dahulu yang diutamakan. Karena apabila pendistribusiannya merata maka kemakmuran dan kesejahteraan akan tercapai dan harta tidak akan berkeliling di pihak-pihak kaya saja.


DAFTAR PUSTAKA

Suma, Muhammad Amin. 2013. Tafsir Ayat Ekonomi. Jakarta: Amzah.
Azazy, Yusup. 2016. Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi (Tafsir Al-ayaat Al-Iqtishadiyah). Bandung
http://tafsirq.com/59-al-hasyr/ayat-7 (Diakses 10 November 2016)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah proses manajemen risiko

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kata “resiko” seringkali kita dengar dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak  dapat dilepaskann dari aktivitas mengela resiko, begitupula dalam dunia perbankan. Resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Namun resiko yang merugikan inilah yang harus diatasi atau diminimalisir oleh suatu perusahaan. Resiko tentu saja harus dikelola karna mengandung biaya yang tidak sedikit. Resiko dapat dikurangnni dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi, adapun proses dari manajemen resiko

Makalah Akad-akad terlarang

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat terlepas dari orang lain dalam memenuhi segala macam kebutuhannya. Karena manusia merupakan makhluk sosial. Maka dalam setiap kegiatannya itukah adanya akad. Akad adalah alat paling utama dalam sah atau tidaknya kegiatan muamalah dan juga akad menjadi tujuan akhir dari muamalah. Namun tak banyak orang yang tahu mengenai sah atau tidaknya akad yang dilakukan. Diperbolehkan atau mungkin dilarangkah akad yang dilakukan tersebut. Jika akad yang kita lakukan diperbolehkan maka kegiatan muamalah tersebut menjadi sah hukumnya. Namun jika sebaliknya, maka hukumnya bisa menjadi haram. Akad yang terlarang itu bisa jadi awal mulanya halal namun ada unsur-unsur yang membuatnya menjadi haram. Akan tetapi banyak orang diluar sana yang kurang peduli dengan akad-akad larangan. Bahkan sebagian melakukan kegiatan tersebut berulang-ulang. Hal ini mengakibatkan hidup yang kurang berkah bahkan mendapat dosa dari akad yang dilaku