BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kebutuhan masyarakat semakin kompleks hal ini tentunya semakin
berkembangnya. Banyak bank dan lembaga pembiayaan yang bermunculan dan banyak
masyarakat yang memanfaatkan keadaan demikian untuk menjadi alternatif mereka
dalam memperoleh pembiayaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan baik untuk
pemenuhan produktif maupun kebutuhan yang bersifat konsumtif. Dalam pemberian
pembiayaan pada nasabah pun bank atau lembaga pembiayaan lainnya menganalisa
terlebih dahulu karena setiap tindakan bisnis mengakibatkan risiko oleh karena
itu menganalisa menggunakan 5C, yang terdiri dari Character (watak), Capacity
(Kemampuan), Capital (Modal), Conditions and
Collateral (Jaminan).
Collateral
(agunan) diperlukan untuk menanggung pembayaran kredit macet. Calon debitur
umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi
yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
Agunan berfungsi sebagai jaminan tambahan. Kesulitan bank dalam melakukan analisis dengan menggunakan prinsip 5 C
sebagaimana dikemukakan di atas dapat diatas dengan adanya skim penjaminan atau
skim asuransi kredit. Dengan adanya skim tersebut maka bank lebih mudah menilai
risiko kredit yang diberikannya. Beralih dari latar belakang diatas, maka
didalam makalah ini akan kami bahas mengenai “Jaminan dan Asuransi Pembiayaan”
yang mana sudah kami rangkum sedemikian rupa agar mudah untuk dipahami dan
dimengerti.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
penjelasan jaminan dalam pembiayaan?
2.
Bagaimana
penerapan asuransi dalam pembiayaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jaminan Pembiayaan
a.
Pengertian dan Kegunaan Jaminan
Jaminan
pembiayaan adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang
diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna menjamin pelunasan
utangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai
waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan atau addendum-nya.[1]
Sedangkan
jaminan dapat dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Jaminan
perorangan
Jaminan
perorangan adalah suatu perjanjian penanggungan utang dimana pihak
ketiga mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur
tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan/wanprestasi.
2. Jaminan perusahaan
Adalah
suatu perjanjian penanggungan utang yang diberikan oleh perusahaan lain untuk
memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada lembaga keuangan.
3.
Jaminan
kebendaan
Adalah
penyerahan hak oleh nasabah atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya
kepada lembaga keuangan guna dijadikan agunan atas pembiayaan yang diperoleh
debitur.[2]
Barang yang
dapat dijadikan sebagai jaminan pembiayaan harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1.
Harus mempunyai
nilai ekonomis artinya dapat dinilai dengan uang dan dapat dijadikan uang;
2.
Harus dapat
dipindah tangankan kepemiliknya dari pemilik semula kepada pihal lain;
3.
Harus mempunyai
nilai yuridis, dalam arti dapat diikat sehingga pembiayaan memiliki hak yang
didahulukan terhadap hasil pelelangan barang tersebut.[3]
b.
Jenis Barang
yang dapat dijadikan Jaminan Pembiayaan
Jenis-jenis
barang yang dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan adalah sebagai berikut:
1.
Persediaan
barang;
2.
Piutang dagang;
3.
Deposit
berjangka;
4.
Saham perusahaan
debitur;
5.
Perhiasan (emas);
6.
Tanah;
7.
Kendaraan
bermotor;
8.
Kapal laut;
9.
Pesawat terbang;
10.
Mesin-mesin
pabrik dan inventaris kantor;
11.
Jaminan pribadi;
Tidak semua
jenis barang-barang yang diserahkan nasabah atau pemohon dapat diterima atau
diikat sebagai jaminan pembiayaan, antara lain harta milik pejabat/karyawan
lembaga keuangan tidak dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan untuk
kepentingan nasabah debitur. Debitur dapat dikelompokan dalam dua golongan
yaitu:
1.
Jaminan utama
Jaminan utama adalah barang-barang bergerak maupun tidak bergerak yang
dibiayai dengan pembiayaan atau merupakan objek pembiayaan. Sebagai contoh:
a)
Stok bahan baku,
pembantu barang setengah jadi, barang jadi, dan piutang dagang dalam rangka
pembiayaan modal kerja produksi industri;
b)
Stok barang
dagangan dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan modal kerja untuk
perdagangan dalam negeri/distribusi;
c)
Tanah berikut
bangunan dalam rangka pembiayaan investasi, seperti bangunan pabrik, hotel,
perkantoran, penginapan, toko dan lain-lain;
d)
Stok barang dan
piutang dagang dalam rangka pembiayaan ekspor;
e)
Mesin/alat-alat
produksi dalam rangka pembiayaan investor;
f)
Alat-alat
pengangkutan dalam rangka pembiayaan investasi prasarana;
2.
Jaminan tambahan
Jaminan tambahan adalah barang, surat berharga, atau garansi yang tidak
berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai yang ditambahkan sebagai argumen
apabila dalam penilaian pembiayaan /analisis pembiayaan.
c.
Nilai Jaminan
Besarnya jaminan yang harus disediakan oleh nasabah adalah sebagai berikut:
·
Untuk pembiayaan
eksploitasi biasa nilai jaminan minimum 250% dari maksimum pembiayaan dengan
rincian sebagai berikut:
a.
Jaminan
pembiayaan sebagaiknya 150%;
b.
Jaminan tambahan
100% (sebesar pembiayaan yang diperoleh nasabah).
·
Untuk pembiayaan
investasi, nilai jaminan pembiayaan dan agunan tambahan sebaiknya minimum
150% dari maksimum pembiayaan.
·
Untuk pembiayaan
dengan jaminan deposit berjangka (yang diterbitkan bank tersebut), nilai
jaminan pembiayaan sesuai dengan rumus perhitungan maksimum pembiayaan untuk
pembiayaan dengan jaminan deposit berjangka.[5]
d. Dasar-dasar Penetapan Nilai
Jaminan
Dalam
dasar-dasar penetapan nilai jaminan Allah swt. Telah berirman dalam Al-Qur’an
yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. An-Nisa’ : 29-30).
Jaminan
merupakan salah satu unsur dalam analisis pembiayaan. Oleh karena itu,
barang-barang yang diserahkan nasabah harus dinilai pada saat dilaksanakan
analisis pembiayaan dan harus berhati-hati dalam menilai barang-barang tersebut
karena harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menujukan harga yang
sesungguhnya (harga pada saat itu). Dasar-dasar
penilaian umum yang digunakan adalah sebagai berikut dibawah ini:
1. Harga buku; artinya harga beli dikurangi jumlah
penghapusan yang pernah dilakukan terhadap barang tersebut;
2. Harga pasar; artinya nilai daripada barang-barang
tersebut bila dijual pada saat pelaksanaan penilaian atau transaksi.
Informasi mengenai harga
pasar dapat diperoleh, misalnya dengan beberapa cara diantaranya adalah:
1. Mengecek langsung kepada penjual atau
pemasok/penyalur;
2. Meminta proorma invoice/faktur pembeli;
3. Melalui media massa;
4. Membandingkan dengan harga beli yang sama pada nasabah
lain yang sudah/sedang kita biayai;
5. Meminta keterangan harga tanah dair lurah, BPN, Pemda
setempat;
6. Menggunakan jasa-jasa pihak ketiga yang ahli, seperti
asuransi, Sucofindo, dinas perdagangan dan perindustrian, lembaga-lembaga
perusahaan penilai;
e.
Dasar Penilaian
Perjenis Barang Jaminan
Ada
beberapa dasar penilaian per jenis barang jaminan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Persediaan
barang;
2.
Piutang dagang;
3.
Surat-surat
berharga;
4.
Perhiasan/emas;
5.
Tanah;
6.
Kendaraan
bermotor;
7.
Kapal laut;
8.
Mesin pabrik;
9.
Pesawat terbang;
10.
Toko berstatus
sewa;
11.
Orang pribadi
atau personal guarantee;
f.
Prosedur
Penilaian dan Pengikatan Jaminan
Sebelum
barang-barang yang tertera pada daftar barang-barang agunan
ditetapkan nilainya, diterima, dan diikat sebagai jaminan pembiayaan, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Meneliti dan
mempelajari kelangkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen-dokumen yang
diserahkan oleh nasabah sehingga diperoleh kesimpulan bahwa barang-barang itu
dapat diikat secara hukum atau yuridis.
2.
Melakukan
peninjauan setempat untuk mengetahui dan menilai keadaan isik barang-barang
yang akan dijadikan jaminan, apakah sesuai dengan yang tercantum dalam
berkas-berkas/dokumen yang ada dan keterangan/penjelasan lain yang diberikan
nasabah.
g. Pengikatan/Penguasaan
Barang-Barang Jaminan
1. Pengikatan
·
Terhadap
barang-barang yang diterima sebagai jaminan pembiayaan harus dilaksanakan
pengikatan yang dapat dipertanggung jawabkan;
·
Pengikatan atas
barang-barang jaminan dilaksanakan setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani
mengingat perjanjian pembiayaan merupakan perjanjian pokok dari perjanjian
pengikatan barang-barang argumen;
·
Pengikat atas
barang agunan berupa benda-benda tak bergerak (tanah, kapal laut diatas 20 m3).
·
Biaya yang
berhubungan dengan pengikatan tersebut dibayar dan ditanggung nasabah.
2. Penguasaan barang jaminan
·
Penguasaan
barang-barang jaminan berupa barang tidak bergerak adalah dengan cara menguasai
dokumen/bukti-bukti kepemilikan yang sah dari barang tersebut;
·
Penguasaan
barang jaminan berupa barang bergerak;
·
Dokumen/bukti
jaminan yang harus dikuasai bank secara umum.
h. Penilaian Kembali Barang Jaminan
Penilaian
kembali barang-barang jaminan dapat dilakukan sewaktu-waktu.
Penilaian kembali ini dimaksudkan untuk menjaga pembiayaan dari penurunan
nilai jaminan karena:
1. Hilangnya/berpindahnya barang-barang jaminan;
2. Kerusakan barang-barang jaminan;
3. Terjadi perubahan atas barang-barang jaminan;
4. Merosotnya nilai jaminan.
i.
Penukaran Barang Jaminan
Pada dasarnya,
barang jaminan dapat ditukar/diganti dengan jaminan lainnya. Hal yang perlu
diperhatikan dalam hal ini bahwa penukaran atau penggantian barang jaminan akan
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1.
Pelaksanaan
pengikatan baru jika terjadi penggantian.
2.
Nilai/derajat
barang, lokasi dan lain sebagainya.
3.
Executeur
baar (mudah dijual).
Sehubungan
dengan hal diatas, maka dalam rangka pengamanan pada setiap penukaran sebagaian
maupun seluruh barang jaminan harus diperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1.
Jaminan
pengganti minimum sama marketable-nya dengan jaminan lama;
2.
Besar nilai
jaminan pengganti minimum sama dengan jaminan lama;
3.
Dasar-dasar
penetapan nilai barang-barang jaminan;
4.
Prosedur
penilaian dan pengikatan jaminan;
5.
Jika menurut
penilaian lembaga keuangan, penukaran tersebut berakibat lembaga keuangan
berada pada posisi lemah, maka lembaga keuangan berhak menolak penukaran barang
tersebut.
j.
Peminjaman Barang Jaminan
Adakalanya
nasabah meminjam bukti-bukti kepemilikan barang yang
sudah dijaminkan dengan berbagai alasan, antara lain peningkatan
status kepemilikan atau pengurusan sertifikat tanah, perpanjangan haknya,
penggantian BPKB, dan lain sebagainya;
1.
Dimintakan
pernyataan kesanggupan nasabah untuk mengembalikan surat-surat jaminan dalam
hal pengurusan telah selesai;
2.
Disamping itu,
mengajukan surat kepada instansi yang terkait, seperti kantor BPN setempat,
kepolisian, dan lain sebagainya.
k.
Penjualan Barang Jaminan
Penjualan
barang-barang jaminan dapat dilakukan dengan beberapa macam diantaranya adalah:
Penjualan dibawah tangan,
dimana membantu mencari pembelinya. Harga penjualan barang agunan ditetapkan
oleh nasabah dna disetujui oleh lembaga keuangan berdasarkan harga pasar saat
itu;
Penjualan melalui lelang
(DJKN).
l.
Penyerahan Dokumen Barang Jaminan
Penyerahan dokumen-dokumen
asli barang jaminan adalah sebagai berikut seperti:
1.
Dalam rangka
mempercepat penyelesaian pengurusan piutang negara, maka setelah diterbitkannya
surat penerimaan pengurusan piutang negara lembaga keuangan selaku penyerah
piutang/pembiayaan wajib menyerahkan semua dokumen asli kepada milikan barang
agunan dan pengikatanya kepada DJKN;
2.
Dalam rangka pengamanan
penyimpanan dokumen asli barang agunan, pihak KPKN/DJKN dapat menitipkan
kembali dokumen asli barang agunan tersebut kepada bank.
B.
Asuransi Pembiayaan
Dalam kehidupan
ini tak ada seorangpun manusia yang tidak menghadapi suatu resiko. Setiap orang
pasti dihadapkan pada resiko, baik terhadap jiwanya maupun terhadap harta
kekayaannya, dengan berbagai bentuk, sifat maupun kualitasnya terhadap harta
kekayaannya. Resiko yang berkaitan dengan jiwa manusia anatara lain dapat
berupa kematian, kecelakaan atau keadaan sakit. Sedangkan resiko yang dapat
menimpa harta kekayaan misalnya kehilangan atau kerusakan, baik jiwa maupun
harta kekayaan sebagai hasil jerih payah itu tentu akan dipertahankan oleh
setiap orang agar dapat terhindar dari terjadinya kerugian. Bagi calon nasabah
yang ingin mengajukan pinjaman di perusahaan pembiayaan dan bank, maka agunan
pembiayaan wajib diasuransikan. Bahkan tindakan ini juga tidak bisa dilakukan
sendiri oleh debitur.
Asuransi
pembiayaan, asuransi ini selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik
beratkan pada asuransi jaminan pembiayaan berupa benda bergerak maupun benda
tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa resiko yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank
yang meliputi: asuransi pengangkutan laut, asuransi kendaraan bermotor, dan
sebagainya. Adapun fungsi daripada asuransi pembiayaan ialah :
1.
Melindungi
pemberi pembiayaan dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali dana yang
diberikan kepada para nasabahnya.
2.
Membantu
kegiatan keamanan pembiayaan baik pembiayaan perbankan maupun pembiayaan lainya
diluar perbankan.[8]
Perusahaan
pembiayaan dan bank biasanya menetapkan
ketentuan terkait asuransi pembiayaan yang meliputi hal sebagai berikut:
1.
Harga pasaran
mobil (bukan pencairan) yang digadaikan di atas 300 juta maka wajib asuransi
all risk. Perlindungannya bersifat menyeluruh, bukan karena kehilangan saja.
Jadi jika terjadi tabrakan, maka dapat dilindungi oleh asuransi.
2.
Harga pasaran
kendaraan diantara 200 juta hingga 300 juta, maka tipe perlindungannya disebut
kombinasi. Artinya tahun pertama bersifat allrisk sedangkan berikutnya TLO
(Total loss only). Jika anda mengajukan permohonan gadai bpkb mobil dengan tenor 1
tahun, maka tentu saja wajib mendapatkan pertanggungan asuransi menyeluruh.
3.
Harga di bawah
200 juta minimal pertanggungan asuransi TLO. Artinya, anda berhak memilih kedua
pertanggungan di atas.
Dapat
dilihat bahwa perlindungan asuransi perlu dilakukan pada agunan yang
dijaminkan. Karena untuk meminimalkan resiko dari kreditur yang
meminjamkan uang. Dan konsep pendaftarannya mengacu pada nama pemberi kredit
sebagai pemohon asuransi. Maka, jika terjadi kehilangan pada mobil, pihak
krediturlah yang pertama kali mendapatkan penggantian dana. Setelah
diperhitungkan dengan outstanding gadai, jika ada selisih, dana ini menjadi
milik nasabah. Namun jika polis asuransi menggunakan nama nasabah, maka pihak maskapai
asuransi akan mengganti dana kepada nasabah jika mobilnya hilang. Ini beresiko
bagi bank dan leasing. Itulah sebabnya, perlindungan pada agunan kredit harus
dilakukan dan didaftarkan oleh lembaga keuangan sendiri, bukan oleh debitur. Sebenarnya polis asuransi jiwa pun dapat dijadikan jaminan
dalam perjanjian pembiayaan, adapun manfaat dari polis asuransi jiwa yaitu
sebagai jaminan tersebut hanya dapat diperoleh oleh kreditur atau pemberi
pinjaman pada saat terjadinya risiko tertanggumg, yakni pada saat meninggalnya
tertanggung.
Adapun contoh
asuransi pembiayaan :
PT (Persero) Bank tabungan
Negara (BTN) sebagai salah satu bank umum milik pemerintah salah satu usahanya
adalah menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), atau sering dikenal
dengan sebutan KPR-BTN. Guna mengamankan kreditnya tersebut, bank meminta
kepada calon penerima kredit untuk mengikatkan suatu jaminan tertentu sebagai
upaya untuk memberikan keyakinan bahwa kreditnya akan kembali dengan selamat.
Dalam ketentuan dan
syarat-syarat umum perjanjian KPR-BTN, terdapat ketentuan yang
mengharuskan debitur untuk mengasuransikan jaminan kreditnya, terutama jaminan
pokoknya, yaitu rumah dan tanah yang dibeli secara kredit. Tujuan dari
keharusan mengasuransikan benda jaminan tersebut adalah untuk memberikan
pengamanan bagi pengembalian kredit bank,terutama apabila terjadi kerugian atas
benda jaminan. mulai berlakunya
asuransi agunan fasilitas kredit Perumahan BTN adalah sesuai, dimana ditentukan
bahwa asuransi agunan fasilitas kredit perumahan berlaku terhitung mulai akad
kredit, dan berakhirnya setelah jangka waktu kredit berakhir dan atau setelah
kredit lunas, mana saja yang lebih dahulu.
Apabila pihak debitur yang
harus menutup perjanjian asuransinya, maka dalam hal ini pokok pertanggungannya
(kepentingan) melekat pada benda pertanggungannya (yaitu rumah dan tanah),
dengan kata lain antara benda pertanggungan dan pokok pertanggungannya berada
dalam satu tangan, yaitu pihak debitur. Hal ini sesuai dengan pendapat Emmy Pangaribuan
Simanjuntak yang mengatakan bahwa pada perjanjian asuransi yang diadakan oleh
seorang pemiliknya sendiri, maka benda pertanggungan itu jatuh bersamaan dengan
pokok pertanggungannya.[9]
Pada asuransi atas benda
jaminan (sebagai bagian dari syarat-syarat umum perjanjian KPR-BTN),
diadakan/ditutup dengan menggunakan polis asuransi kebakaran. Oleh karena itu
asuransi atas benda jaminan ini tunduk pada ketentuan-ketentuan bagian pertama,
Titel 10, buku pertama KUHD, yang mengatur tentang asuransi terhadap bahaya
kebakaran, sepanjang tidak ditentukan lain di dalam perjanjian. Dalam
perjanjian asuransi atas benda jaminan ini maka benda yang dipertanggungkan
yaitu tanah dan rumah, dikuasai oleh pemilik tanah dan rumah tersebut, dalam
hal ini adalah debitur dalam perjanjian KPR-BTN, namun demikian pihak bank selaku
kreditur dan juga penerima hak jaminan mempunyai kepentingan atas keselamatan
benda yang dipertanggungkan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi peristiwa tidak tentu yang menimbulkan
kerugian terhadap benda jaminan yang diasuransikan dan kemudian dan kemudian
dibayarkan hak klaimnya, maka terhadap uang ganti kerugian yang diterima dari
penanggung sebagai pemegang hak jaminan fasilitas kredit perumahan BTN,
dan juga sebagai tertanggung berhak menerima ganti rugi. Tetapi berdasarkan
perjanjian antara debitur dan kreditur, maka kemudian pihak kreditur daklam hal
ini PT. BTN )persero) menyerahkan uang ganti kerugian tersebut kepada debitur
yang selanjutnya akan digunakan untuk memperbaiki atau membangun kembali rumah
jaminan kredit. Hal ini sesui dengan Pasal 6 ayat 8 ketentuan dan syarat-syarat
umum perjanjian kredit pemilikan rumah Bank Tabungan Negara (BTN).[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jaminan pembiayaan adalah hak dan kekuasaan
atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna
menjamin pelunasan utangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat
dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan
atau addendum-nya. Jaminan dibagi menjadi dua yaitu jaminan pokok
dan jaminan tambahan. Setiap nasabah yang akan mengajukan pembiayaan hendaknnya
mengasuransikan jaminannya itu agar meminimalisir risiko yang terjadi tanpa
dapat terduga. Dan untuk menjaga rasa aman bagi kedua belah pihak. Yang
demikian disebut dengan asuransi pembiayaan.
Asuransi pembiayaan, asuransi ini selalu berkaitan
dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan pembiayaan
berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat
tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun
pemberi kredit khususnya bank yang meliputi: asuransi pengangkutan laut,
asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sri Susilo, dkk. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial
Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).
Simanjuntak,
Emmy Pangaribuan. 1983. Hukum Pertanggungan (Pokok-pokok Pertanggungan
Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Cetakan Kesepuluh, Seksi Hukum Dagang UGM.
Ali, Moch. Chidir dan M. Mashudi. 1995. Hukum Asuransi. Bandung: CV.
Mandar Maju.
[1]. Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial
Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 663.
[4]. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 183-184.
[9] Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1990, Hukum Pertanggungan (pokok-pokok
Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa). Cetakan kesepuluh, Seksi
Hukum Dagang FH. UGM. Hal. 45.
Komentar
Posting Komentar