Langsung ke konten utama

jaminan dan asuransi pembiayaan bank syariah

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah
Kebutuhan masyarakat semakin kompleks hal ini tentunya semakin berkembangnya. Banyak bank dan lembaga pembiayaan yang bermunculan dan banyak masyarakat yang memanfaatkan keadaan demikian untuk menjadi alternatif mereka dalam memperoleh pembiayaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan baik untuk pemenuhan produktif maupun kebutuhan yang bersifat konsumtif. Dalam pemberian pembiayaan pada nasabah pun bank atau lembaga pembiayaan lainnya menganalisa terlebih dahulu karena setiap tindakan bisnis mengakibatkan risiko oleh karena itu menganalisa menggunakan 5C, yang terdiri dari Character (watak), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Conditions and  Collateral (Jaminan).
Collateral (agunan) diperlukan untuk menanggung pembayaran kredit macet. Calon debitur umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Agunan berfungsi sebagai jaminan tambahan. Kesulitan bank dalam melakukan  analisis dengan menggunakan prinsip 5 C sebagaimana dikemukakan di atas dapat diatas dengan adanya skim penjaminan atau skim asuransi kredit. Dengan adanya skim tersebut maka bank lebih mudah menilai risiko kredit yang diberikannya. Beralih dari latar belakang diatas, maka didalam makalah ini akan kami bahas mengenai Jaminan dan Asuransi Pembiayaan” yang mana sudah kami rangkum sedemikian rupa agar mudah untuk dipahami dan dimengerti.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penjelasan jaminan dalam pembiayaan?
2.      Bagaimana penerapan asuransi dalam pembiayaan?




BAB II
PEMBAHASAN


A.        Jaminan Pembiayaan
a.       Pengertian dan Kegunaan Jaminan
Jaminan pembiayaan adalah  hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna menjamin pelunasan utangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu  yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan atau addendum-nya.[1]
Sedangkan jaminan dapat dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Jaminan perorangan
Jaminan perorangan adalah  suatu perjanjian penanggungan utang dimana pihak ketiga mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan/wanprestasi.
2.      Jaminan perusahaan
Adalah suatu perjanjian penanggungan utang yang diberikan oleh perusahaan lain untuk memenuhi kewajiban debitur dalam  hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan.
3.      Jaminan kebendaan
Adalah penyerahan hak oleh nasabah atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya kepada lembaga keuangan guna dijadikan agunan atas pembiayaan yang diperoleh debitur.[2]
Barang yang dapat dijadikan sebagai jaminan pembiayaan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Harus mempunyai nilai ekonomis artinya dapat dinilai dengan uang dan dapat dijadikan uang;
2.      Harus dapat dipindah tangankan kepemiliknya dari pemilik semula kepada pihal lain;
3.      Harus mempunyai nilai yuridis, dalam arti dapat diikat sehingga pembiayaan memiliki hak yang didahulukan terhadap hasil pelelangan barang tersebut.[3]

b.      Jenis Barang yang dapat dijadikan Jaminan Pembiayaan
Jenis-jenis barang yang dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan adalah sebagai berikut:
1.    Persediaan barang;
2.    Piutang dagang;
3.    Deposit berjangka;
4.    Saham perusahaan debitur;
5.    Perhiasan (emas);
6.    Tanah;
7.    Kendaraan bermotor;
8.    Kapal laut;
9.    Pesawat terbang;
10.                        Mesin-mesin pabrik dan inventaris kantor;
11.                        Jaminan pribadi;
Tidak semua jenis barang-barang yang diserahkan nasabah atau pemohon dapat diterima atau diikat sebagai jaminan pembiayaan, antara lain harta milik pejabat/karyawan lembaga keuangan tidak dapat diterima sebagai jaminan pembiayaan untuk kepentingan nasabah debitur. Debitur dapat dikelompokan dalam dua golongan yaitu:
1.      Jaminan utama
Jaminan utama adalah barang-barang bergerak maupun tidak bergerak yang dibiayai dengan pembiayaan atau merupakan objek pembiayaan. Sebagai contoh:
a)      Stok bahan baku, pembantu barang setengah jadi, barang jadi, dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan modal kerja produksi industri;
b)      Stok barang dagangan dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan modal kerja untuk perdagangan dalam negeri/distribusi;
c)      Tanah berikut bangunan dalam rangka pembiayaan investasi, seperti bangunan pabrik, hotel, perkantoran, penginapan, toko dan lain-lain;
d)     Stok barang dan piutang dagang dalam rangka pembiayaan ekspor;
e)      Mesin/alat-alat produksi dalam rangka pembiayaan investor;
f)       Alat-alat pengangkutan dalam rangka pembiayaan investasi prasarana;
2.      Jaminan tambahan
Jaminan tambahan adalah barang, surat berharga, atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai yang ditambahkan sebagai argumen apabila dalam penilaian pembiayaan /analisis pembiayaan.

c.       Nilai Jaminan
Besarnya jaminan yang harus disediakan oleh nasabah adalah sebagai berikut:
·         Untuk pembiayaan eksploitasi biasa nilai jaminan minimum 250% dari maksimum pembiayaan dengan rincian sebagai berikut:
a.       Jaminan pembiayaan sebagaiknya 150%;
b.      Jaminan tambahan 100% (sebesar pembiayaan yang diperoleh nasabah).
·         Untuk pembiayaan investasi, nilai jaminan pembiayaan dan agunan tambahan sebaiknya minimum 150%  dari maksimum pembiayaan.
·         Untuk pembiayaan dengan jaminan deposit berjangka (yang diterbitkan bank tersebut), nilai jaminan pembiayaan sesuai dengan rumus perhitungan maksimum pembiayaan untuk pembiayaan dengan jaminan deposit berjangka.[5]

d.      Dasar-dasar Penetapan Nilai Jaminan
Dalam dasar-dasar penetapan nilai jaminan Allah swt. Telah berirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. An-Nisa’ : 29-30).
Jaminan merupakan salah satu unsur dalam analisis pembiayaan. Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan nasabah harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan harus berhati-hati dalam menilai barang-barang tersebut karena harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menujukan harga yang sesungguhnya (harga pada saat itu). Dasar-dasar penilaian umum yang digunakan adalah sebagai berikut dibawah ini:
1.      Harga buku; artinya harga beli dikurangi jumlah penghapusan yang pernah dilakukan terhadap barang tersebut;
2.      Harga pasar; artinya nilai daripada barang-barang tersebut bila dijual pada saat pelaksanaan penilaian atau transaksi.
Informasi mengenai harga pasar dapat diperoleh, misalnya dengan beberapa cara diantaranya adalah:
1.      Mengecek langsung kepada penjual atau pemasok/penyalur;
2.      Meminta proorma invoice/faktur pembeli;
3.      Melalui media massa;
4.      Membandingkan dengan harga beli yang sama pada nasabah lain yang sudah/sedang kita biayai;
5.      Meminta keterangan harga tanah dair lurah, BPN, Pemda setempat;
6.      Menggunakan jasa-jasa pihak ketiga yang ahli, seperti asuransi, Sucofindo, dinas perdagangan dan perindustrian, lembaga-lembaga perusahaan penilai;
7.      Nilai Jual Objek Pajak (NJOBP) yang tercantum dalam PBB.[6]

e.       Dasar Penilaian Perjenis Barang Jaminan
Ada beberapa dasar penilaian per jenis barang jaminan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Persediaan barang;
2.    Piutang dagang;
3.    Surat-surat berharga;
4.    Perhiasan/emas;
5.    Tanah;
6.    Kendaraan bermotor;
7.    Kapal laut;
8.    Mesin pabrik;
9.    Pesawat terbang;
10.  Toko berstatus sewa;
11.  Orang pribadi atau personal guarantee;
12.  Jaminan perusahaan.[7]

f.       Prosedur Penilaian dan Pengikatan Jaminan
Sebelum barang-barang yang tertera pada daftar  barang-barang agunan ditetapkan nilainya, diterima, dan diikat sebagai jaminan pembiayaan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Meneliti dan mempelajari kelangkapan, kebenaran, dan keabsahan dokumen-dokumen yang diserahkan oleh nasabah sehingga diperoleh kesimpulan bahwa barang-barang itu dapat diikat secara hukum atau yuridis.
2.      Melakukan peninjauan setempat untuk mengetahui dan menilai keadaan isik barang-barang yang akan dijadikan jaminan, apakah sesuai dengan yang tercantum dalam berkas-berkas/dokumen yang ada dan keterangan/penjelasan lain yang diberikan nasabah.

g.      Pengikatan/Penguasaan Barang-Barang Jaminan
1.    Pengikatan
·         Terhadap barang-barang yang diterima sebagai jaminan pembiayaan harus dilaksanakan pengikatan yang dapat dipertanggung jawabkan;
·         Pengikatan atas barang-barang jaminan dilaksanakan setelah perjanjian pembiayaan ditandatangani mengingat perjanjian pembiayaan merupakan perjanjian pokok dari perjanjian pengikatan barang-barang argumen;
·         Pengikat atas barang agunan berupa benda-benda tak bergerak (tanah, kapal laut diatas 20 m3).
·         Biaya yang berhubungan dengan pengikatan tersebut dibayar dan ditanggung nasabah.
2.      Penguasaan barang jaminan
·         Penguasaan barang-barang jaminan berupa barang tidak bergerak adalah dengan cara menguasai dokumen/bukti-bukti kepemilikan yang sah dari barang tersebut;
·         Penguasaan barang jaminan berupa barang bergerak;
·         Dokumen/bukti jaminan yang harus dikuasai bank secara umum.

h.      Penilaian  Kembali Barang Jaminan
Penilaian kembali barang-barang jaminan dapat dilakukan sewaktu-waktu. Penilaian kembali ini dimaksudkan untuk menjaga pembiayaan dari penurunan nilai jaminan karena:
1.      Hilangnya/berpindahnya barang-barang jaminan;
2.      Kerusakan barang-barang jaminan;
3.      Terjadi perubahan atas barang-barang jaminan;
4.      Merosotnya nilai jaminan.

i.        Penukaran Barang Jaminan
Pada  dasarnya, barang jaminan dapat ditukar/diganti dengan jaminan lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa penukaran atau penggantian barang jaminan akan menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1.      Pelaksanaan pengikatan baru jika terjadi penggantian.
2.      Nilai/derajat barang, lokasi dan lain sebagainya.
3.      Executeur baar (mudah dijual).
Sehubungan dengan hal diatas, maka dalam rangka pengamanan pada setiap penukaran sebagaian maupun seluruh barang jaminan harus diperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1.      Jaminan pengganti minimum sama marketable-nya dengan jaminan lama;
2.      Besar nilai jaminan pengganti minimum sama dengan jaminan lama;
3.      Dasar-dasar penetapan nilai barang-barang jaminan;
4.      Prosedur penilaian dan pengikatan jaminan;
5.      Jika menurut penilaian lembaga keuangan, penukaran tersebut berakibat lembaga keuangan berada pada posisi lemah, maka lembaga keuangan berhak menolak penukaran barang tersebut.

j.        Peminjaman Barang Jaminan
Adakalanya nasabah meminjam bukti-bukti kepemilikan barang yang sudah  dijaminkan dengan berbagai alasan, antara lain peningkatan status kepemilikan atau pengurusan sertifikat tanah, perpanjangan haknya, penggantian BPKB, dan lain sebagainya;
1.    Dimintakan pernyataan kesanggupan nasabah untuk mengembalikan surat-surat jaminan dalam hal pengurusan telah selesai;
2.    Disamping itu, mengajukan surat kepada instansi yang terkait, seperti kantor BPN setempat, kepolisian, dan lain sebagainya.

k.      Penjualan Barang Jaminan
Penjualan barang-barang jaminan dapat dilakukan dengan beberapa macam diantaranya adalah:
Penjualan dibawah tangan, dimana membantu mencari pembelinya. Harga penjualan barang agunan ditetapkan oleh nasabah dna disetujui oleh lembaga keuangan berdasarkan harga pasar saat itu;
Penjualan melalui lelang (DJKN).

l.        Penyerahan Dokumen Barang Jaminan
Penyerahan dokumen-dokumen asli barang jaminan adalah sebagai berikut seperti:
1.      Dalam rangka mempercepat penyelesaian pengurusan piutang negara, maka setelah diterbitkannya surat penerimaan pengurusan piutang negara lembaga keuangan selaku penyerah piutang/pembiayaan wajib menyerahkan semua dokumen asli kepada milikan barang agunan dan pengikatanya kepada DJKN;
2.      Dalam rangka pengamanan penyimpanan dokumen asli barang agunan, pihak KPKN/DJKN dapat menitipkan kembali dokumen asli barang agunan tersebut kepada bank.

B.         Asuransi Pembiayaan
Dalam kehidupan ini tak ada seorangpun manusia yang tidak menghadapi suatu resiko. Setiap orang pasti dihadapkan pada resiko, baik  terhadap jiwanya maupun terhadap harta kekayaannya, dengan berbagai bentuk, sifat maupun kualitasnya terhadap harta kekayaannya. Resiko yang berkaitan dengan jiwa manusia anatara lain dapat berupa kematian, kecelakaan atau keadaan sakit. Sedangkan resiko yang dapat menimpa harta kekayaan misalnya kehilangan atau kerusakan, baik jiwa maupun harta kekayaan sebagai hasil jerih payah itu tentu akan dipertahankan oleh setiap orang agar dapat terhindar dari terjadinya kerugian. Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan pinjaman di perusahaan pembiayaan dan bank, maka agunan pembiayaan wajib diasuransikan. Bahkan tindakan ini juga tidak bisa dilakukan sendiri oleh debitur. 
Asuransi pembiayaan, asuransi ini selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan pembiayaan berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank yang meliputi: asuransi pengangkutan laut, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya. Adapun fungsi daripada asuransi pembiayaan ialah :
1.      Melindungi pemberi pembiayaan dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali dana yang diberikan kepada para nasabahnya.
2.      Membantu kegiatan keamanan pembiayaan baik pembiayaan perbankan maupun pembiayaan lainya diluar perbankan.[8]
Perusahaan pembiayaan  dan bank biasanya menetapkan ketentuan terkait asuransi pembiayaan yang meliputi hal sebagai berikut:
1.        Harga pasaran mobil (bukan pencairan) yang digadaikan di atas 300 juta maka wajib asuransi all risk. Perlindungannya bersifat menyeluruh, bukan karena kehilangan saja. Jadi jika terjadi tabrakan, maka dapat dilindungi oleh asuransi.
2.        Harga pasaran kendaraan diantara 200 juta hingga 300 juta, maka tipe perlindungannya disebut kombinasi. Artinya tahun pertama bersifat allrisk sedangkan berikutnya TLO (Total loss only). Jika anda mengajukan permohonan gadai bpkb mobil dengan tenor 1 tahun, maka tentu saja wajib mendapatkan pertanggungan asuransi menyeluruh.
3.        Harga di bawah 200 juta minimal pertanggungan asuransi TLO. Artinya, anda berhak memilih kedua pertanggungan di atas.
Dapat dilihat bahwa perlindungan asuransi perlu dilakukan pada agunan yang dijaminkan. Karena untuk meminimalkan resiko dari kreditur yang meminjamkan uang. Dan konsep pendaftarannya mengacu pada nama pemberi kredit sebagai pemohon asuransi. Maka, jika terjadi kehilangan pada mobil, pihak krediturlah yang pertama kali mendapatkan penggantian dana. Setelah diperhitungkan dengan outstanding gadai, jika ada selisih, dana ini menjadi milik nasabah. Namun jika polis asuransi menggunakan nama nasabah, maka pihak maskapai asuransi akan mengganti dana kepada nasabah jika mobilnya hilang. Ini beresiko bagi bank dan leasing. Itulah sebabnya, perlindungan pada agunan kredit harus dilakukan dan didaftarkan oleh lembaga keuangan sendiri, bukan oleh debitur. Sebenarnya polis asuransi jiwa pun dapat dijadikan jaminan dalam perjanjian pembiayaan, adapun manfaat dari polis asuransi jiwa yaitu sebagai jaminan tersebut hanya dapat diperoleh oleh kreditur atau pemberi pinjaman pada saat terjadinya risiko tertanggumg, yakni pada saat meninggalnya tertanggung.

Adapun contoh asuransi pembiayaan :
PT (Persero) Bank tabungan Negara (BTN) sebagai salah satu bank umum milik pemerintah salah satu usahanya adalah menyediakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR),  atau sering dikenal dengan sebutan KPR-BTN. Guna mengamankan kreditnya tersebut, bank meminta kepada calon penerima kredit untuk mengikatkan suatu jaminan tertentu sebagai upaya untuk memberikan keyakinan bahwa kreditnya akan kembali dengan selamat.
Dalam ketentuan dan syarat-syarat  umum perjanjian KPR-BTN, terdapat ketentuan yang mengharuskan debitur untuk mengasuransikan jaminan kreditnya, terutama jaminan pokoknya, yaitu rumah dan tanah yang dibeli secara kredit. Tujuan dari keharusan mengasuransikan benda jaminan tersebut adalah untuk memberikan pengamanan bagi pengembalian kredit bank,terutama apabila terjadi kerugian atas benda jaminan. mulai berlakunya asuransi agunan fasilitas kredit Perumahan BTN adalah sesuai, dimana ditentukan bahwa asuransi agunan fasilitas kredit perumahan berlaku terhitung mulai akad kredit, dan berakhirnya setelah jangka waktu kredit berakhir dan atau setelah kredit lunas, mana saja yang lebih dahulu.
Apabila pihak debitur yang harus menutup perjanjian asuransinya, maka dalam hal ini pokok pertanggungannya (kepentingan) melekat pada benda pertanggungannya (yaitu rumah dan tanah), dengan kata lain antara benda pertanggungan dan pokok pertanggungannya berada dalam satu tangan, yaitu pihak debitur. Hal ini sesuai dengan pendapat Emmy Pangaribuan Simanjuntak yang mengatakan bahwa pada perjanjian asuransi yang diadakan oleh seorang pemiliknya sendiri, maka benda pertanggungan itu jatuh bersamaan dengan pokok pertanggungannya.[9]
Pada asuransi atas benda jaminan (sebagai bagian dari syarat-syarat umum perjanjian KPR-BTN), diadakan/ditutup dengan menggunakan polis asuransi kebakaran. Oleh karena itu asuransi atas benda jaminan ini tunduk pada ketentuan-ketentuan bagian pertama, Titel 10, buku pertama KUHD, yang mengatur tentang asuransi terhadap bahaya kebakaran, sepanjang tidak ditentukan lain di dalam perjanjian. Dalam perjanjian asuransi atas benda jaminan ini maka benda yang dipertanggungkan yaitu tanah dan rumah, dikuasai oleh pemilik tanah dan rumah tersebut, dalam hal ini adalah debitur dalam perjanjian KPR-BTN, namun demikian pihak bank selaku kreditur dan juga penerima hak jaminan mempunyai kepentingan atas keselamatan benda yang dipertanggungkan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi peristiwa tidak tentu yang menimbulkan kerugian terhadap benda jaminan yang diasuransikan dan kemudian dan kemudian dibayarkan hak klaimnya, maka terhadap uang ganti kerugian yang diterima dari penanggung  sebagai pemegang hak jaminan fasilitas kredit perumahan BTN, dan juga sebagai tertanggung berhak menerima ganti rugi. Tetapi berdasarkan perjanjian antara debitur dan kreditur, maka kemudian pihak kreditur daklam hal ini PT. BTN )persero) menyerahkan uang ganti kerugian tersebut kepada debitur yang selanjutnya akan digunakan untuk memperbaiki atau membangun kembali rumah jaminan kredit. Hal ini sesui dengan Pasal 6 ayat 8 ketentuan dan syarat-syarat umum perjanjian kredit pemilikan rumah Bank Tabungan Negara (BTN).[10]
                            

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Jaminan pembiayaan adalah  hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna menjamin pelunasan utangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu  yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan atau addendum-nya. Jaminan dibagi menjadi dua yaitu jaminan pokok dan jaminan tambahan. Setiap nasabah yang akan mengajukan pembiayaan hendaknnya mengasuransikan jaminannya itu agar meminimalisir risiko yang terjadi tanpa dapat terduga. Dan untuk menjaga rasa aman bagi kedua belah pihak. Yang demikian disebut dengan asuransi pembiayaan.
Asuransi pembiayaan, asuransi ini selalu berkaitan dengan dunia perbankan yang menitik beratkan pada asuransi jaminan pembiayaan berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa resiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang maupun pemberi kredit khususnya bank yang meliputi: asuransi pengangkutan laut, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya.












DAFTAR PUSTAKA

Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi.  Jakarta:  Raja Grafindo Persada.
Sri Susilo, dkk. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. 1983. Hukum Pertanggungan (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Cetakan Kesepuluh, Seksi Hukum Dagang UGM.
Ali, Moch. Chidir dan M. Mashudi. 1995. Hukum Asuransi. Bandung: CV. Mandar Maju.






[1]. Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 663.

[2]. Ibid, hal. 663-664.
[3]. Ibid.
[4]. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 183-184.
[5]. Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, op cit, hal. 666.
[6]. Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, op cit, hal. 667.
[7]. Veithzal Rivai, dan Andria Permata Veithzal, log cit, hal. 668-675.
[8] Moch. Chidir Ali dan M. Mashudi, 1995, Hukum Asuransi, CV. Mandar Maju, Bandung. Hal 6.
[9] Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1990, Hukum Pertanggungan (pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa). Cetakan kesepuluh, Seksi Hukum Dagang FH. UGM. Hal. 45.

[10] Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tugas tafsir ayat al-hasyr ayat 7

PAJAK/FA’I (Tafsir Surat Al-Hasyr (59) Ayat 7)                             Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Dosen Pengampu : Yusup Azazy, S.Ag, MA Disusun Oleh Kelompok IX v   Adnan Akbar                     (1153020011) v   Dede Riris Karina             (1153020036) v   Desi Ratna Wulan           (1153020038) v   Neng Yeni Srilestari        (1153020053) JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 1438 H/2016 M DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................        ii DAFTAR ISI ......................................................................................................................       iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................        1 A.      Latar Belakang ..........

makalah proses manajemen risiko

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kata “resiko” seringkali kita dengar dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak  dapat dilepaskann dari aktivitas mengela resiko, begitupula dalam dunia perbankan. Resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Namun resiko yang merugikan inilah yang harus diatasi atau diminimalisir oleh suatu perusahaan. Resiko tentu saja harus dikelola karna mengandung biaya yang tidak sedikit. Resiko dapat dikurangnni dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi, adapun proses dari manajemen resiko

Makalah Akad-akad terlarang

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat terlepas dari orang lain dalam memenuhi segala macam kebutuhannya. Karena manusia merupakan makhluk sosial. Maka dalam setiap kegiatannya itukah adanya akad. Akad adalah alat paling utama dalam sah atau tidaknya kegiatan muamalah dan juga akad menjadi tujuan akhir dari muamalah. Namun tak banyak orang yang tahu mengenai sah atau tidaknya akad yang dilakukan. Diperbolehkan atau mungkin dilarangkah akad yang dilakukan tersebut. Jika akad yang kita lakukan diperbolehkan maka kegiatan muamalah tersebut menjadi sah hukumnya. Namun jika sebaliknya, maka hukumnya bisa menjadi haram. Akad yang terlarang itu bisa jadi awal mulanya halal namun ada unsur-unsur yang membuatnya menjadi haram. Akan tetapi banyak orang diluar sana yang kurang peduli dengan akad-akad larangan. Bahkan sebagian melakukan kegiatan tersebut berulang-ulang. Hal ini mengakibatkan hidup yang kurang berkah bahkan mendapat dosa dari akad yang dilaku