Langsung ke konten utama

tugas akhir Filsafat ilmu



FILSAFAT ILMU
Resume ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Drs. Aan Rahardiana M.Ag




Disusun Oleh :
 Desi Ratna Wulan (1153020038)
Muamalah/HPS-A/III



JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
1437 H/ 2016
 
 
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................        ii
PEMBAHASAN
i Filsafat Ilmu
A.    Pengertian Filsafat ..........................................................................        1
B.     Pengertian Pengetahuan .................................................................        2
C.     Objek dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu ........................................        3
D.    Manfaat Filsafat Ilmu .....................................................................        3
E.     Tujuan Filsafat Ilmu .......................................................................        3
F.      Signifikansi Filsafat Ilmu ...............................................................        4
ü  Hakikat Pengetahuan
A.    Macam-macam Pengetahuan ..........................................................        5
B.   Hakikat Kebenaran Pengetahuan ...................................................        6
C.   Teori-teori Kebenaran ....................................................................        7
ü  Logika (Scientifika)
A.    Pengertian Logika ...........................................................................        8
B.     Pengertian Penalaran ......................................................................        8
C.     Prinsip-prinsip/Hukum Dasar Pemikiran .........................................        9
ü  Landasan Filosofis Ilmiah
A.    Landasan Ontologi .........................................................................      11
B.     Landasan Epistemologi ..................................................................      12
C.     Landasan Aksiologi ........................................................................      14
ü  Paradigma
A.    Paradigma Ilmu Pengetahuan Dan Teori ........................................      15
B.     Macam-macam Paradigma Ilmu Pengetahuan ................................      15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................      17



 


FILSAFAT ILMU

A.    Pengertian Filsafat
Poedjawijatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata yunaninya adalah philosophia. Dalam Bahasa yunani philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan shopia; philo artinya cinta dalam arti yang luas yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi, menurut namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan.
Poedjawijatna mendefinisikan filsafat sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah mengatakan bahwa filsafat ialah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Sebenarnya banyak tokoh yang mengartikan filsafat secara berbeda karena perbedaan konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka. Perbedaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat.
Filsafat bertumpu pada rasio baik dengan bukti empiriknya maupun tanpa bukti empiric jika hal itu memang tidak dapat dibuktikan secara empiric. Filsafat merupakan pandangan hidup yang akan menentukkan jalan hidup. Karena filsafat adalah pandangan dunia atau merupakan suatu pandangan dasar mengenai hakikat realitas.


B.     Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia segenap apa yang kita ketahui tentang obyek tertentu. Cabang filsafat yang mengkaji pengetahuan pada umumnya disebut epistemology. Pengetahuan manusia itu dibangun atas kerja sama antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui (kesatuan antara subyek dengan obyek). Oleh karena pengetahuan manusia sifatnya subyektif-obyektif dan obyektif-subyektif. Subyektif dapat mengetahui obyeknya karena subyek mempunyai daya untuk mengetahui (daya inderawi maupun intelektual) dan obyek juga mempunyai daya untuk dirasa dan daya untuk dimengerti.
C.  Objek dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi objek materi dan objek formal. Dalam kaitan ini, Louis O. Kattsoff menulis bahwa : “Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia”.  Sedangkan, A.C.Ewing mengatakan : “pertanyaan – pertanyaan pokok filsafat adalah Truth (kenenaran), Matter (materi), Mind (budi), the Rlation of Matter and Mind (hubungan materi dan budi), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab), Freedom (kemerdekaan), Monism versus Pluralism (monisme melawan pluralisme) dan God (Tuhan). 
Objek Materi dan Objek Formal ilsafat :  Objek Materi Filsafat, yaitu hal atau bahan yang didelidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan). Atau segala sesuatu yang ada. “ada” di sini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran dan kemungkinan.  Pengertian lain adalah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala ssuatu yang dimasalahkan oleh atau dalam filsafat, terdapat tiga persoalan pokok:
1.      Hakikat Tuhan
2.      Hakikat Alam
3.      Hakikat Manusia
D. Manfaat Filsafat Ilmu
a. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuan harus memiliki sifat kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistic, yakni mengangap bahwa pendapatnya yang paling benar. 
b. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi , menguji, mengritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuan menerapkan metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengeahuan ilmu itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode lmiah yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan , bukan sebaliknya. 
c. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggung jawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. 
E. Tujuan Filsafat Ilmu
a. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan. 
b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. 
c. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah. 
d. Mendorong pada calon ilmuwan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. 
e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. 

F. Signifikansi Filsafat Ilmu
Signifikansi Filsafat ilmu bagi pengembangan studi Islam yaitu dengan berusaha mencermati hakikat ilmu baik dari segi metode-metodenya, asumsi-asumsinya, tolok ukur kebenarannya, dan segala sesuatu yang melandasi tegaknya ilmu tersebut lewat penelaahan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dengan demikian, filsafat ilmu berusaha mengkritisi perkembangan ilmu pengetahuan. Studi Islam, sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, secara mutlak harus bisa didekati oleh filsafat ilmu. Dari segi ontologis filsafat ilmu akan menggali tentang hakikat studi Islam itu sendiri.
Dari segi epistemologis filsafat ilmu akan mengkritisi tentang sumber dan metode yang digunakan oleh studi Islam tersebut. Sedangkan dari segi aksiologis filsafat ilmu akan mengkritisi tentang nilai kepatutan dan kelayakannya setelah memantau tingkat perkembangan dan pengaruh yang ditimbulkannya bagi masyarakat.
Dalam tradisi islam kita juga mengenal banyak khazanah keilmuan. Kaidah-kaidah ushuliyah di bidang kalam, fiqh, bahkan kebahasaan. Pernahkah kita memikirkan bagaimana rancang bangun ilmu-ilmu tersebut. Dalam sejarah pemikiran barat, para filsuf memikirkan realitas. Maka seiring perkembangan ilmu, selama ini temuan-temuuan berharga mewarnai setiap penggal sejarah.








HAKIKAT PENGETAHUAN

A. Macam-Macam Pengetahuan
Macam-macam pengetahuan
Objek
Paradigma
Metode
Ukuran
Sains
Empiris
Positivistis
Sains
Logis dan Bukti Empiris
Filsafat
Abstrak Logis
Logis
Rasio
Logis
Mistik
Abstrak Supralogis
Mistis
Latihan
Rasa

Keterangan:
v  Pengetahuan Sains: obyek empiris, paradigm sains, metode sains, kebenaran-kebenarannya ditentukan logis dan bukti empiris.
v  Pengetahuan filsafat: obyek abstrak tetapi logis, paradigmanya logis, metode rasio, ukuran kebenarannya logis atau tidak logis.
v  Pengetahuan mistik: obyek abstrak supralogis atau metrasional, paradigm mistis, metode latihan atau riyadlah, ukuran kebenaran ditentukan oleh rasa.
Kalau begitu filsafat ialah sejenis pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis tentang obyek yang abstrak logis. Salah satu ciri filsafat yang mudah dilihat ialah kebenarannya hanya diukur dengan kelogisan argumennya, ia tidak dapat diukur secara empiris. Didalam buku-buku filsafat sering sekali dikatakan bahwa filsafat adalah pemikiran yang mendalam yang radikal tentang sesuatu yang tidak empiris misalnya tentang Tuhan, tentang adil, beran, penakut, makmur atau tentang hokum yang mengatur jeruk selalu berbuah jeruk.

B. Hakikat Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.  Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Adapun jenis pengetahuan itu berupa berikut ini.
1.      Pengetahuan Biasa disebut juga Knowledge Of The Man In The Street atau Ordinary Knowledge atau Common Sense Knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya Subjektif. Artinya sangat terikat pada subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
2.      Pengetahuan Ilmiah adalah pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas dengan menerapkan metodologis yang khas pula. Artinya, metodologi yang telah mendapatkan kesepnakatan diantara para ahli yang sejenis.
3.      Pengetahuan Filsafat adalah sejenis pengetahuan yang pendekatanya melalui metodologi pemikiran filsafat yang bersifat mendasar dan rnenyeluruh dengan model pemikiran yang analistis, kritis dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung dalam penegetahuan filsafati adatah Absolute Intersubjektif. Maksudnya nilai kebenaran yang terkandung dalam Pengetahuan Filsafat selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat dari seorang pemikir filsafat serta selalu mendapat pembenaran dari filsafat yang kemudian menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula. Jika pendapat filsafat itu ditinjau dari pendekatan filsafat yang lain sudah dapat dipastikan hasilnya tidak akan berbeda atau bahkan bertentangan atau menghilangkan sama sekali. Misalnya, filsafat matematika atau geometri dari Phytagoras sampai sekarang masih tetap seperti waktu Phytagoras itu pertama kali memunculkan pendapatnya pada abad VI SM.
4.      Pengetahuan Agama, adalah Pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah ditentukan sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci pada agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya. Dengan demikian Pengetahuan Agama, merupakan pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rasul-Nya, sehingga pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluknya. 
C. Teori-teori Kebenaran
1. Teori Corespondence menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. 
2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. 
3. Teori Pragmatisme. Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek. Sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. 
4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
LOGIKA (SCIENTIFIKA)

A.    Pengertian Logika
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos yang berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, atau ungkapan lewat bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Logika merupakan salah satu cabang filsafat. Oleh karena itu logika sebagai filsafat berarti ilmu yang sedalam-dalamnya tentang kebenaran berpikir. Artinya mencari kebenaran yang tertinggi, yang hakiki daripada berpikir. Pendek kata logika adalah ilmu yang radikal tentang berpikir yang benar, supaya hasilnya benar. Dengan mempelajari dan mempergunakan logika sebagai ilmu filsafat berpikir, maka akan ditemui berbagai metodos berpikir dengan berbagai rumusan dan bahan-bahan yang dipikirkan.
B.     Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
v  Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
v  Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagianbagiannya yang khusus. Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan symbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argument.
Jadi penalaran senantiasa bersangkut paut dengan bahasa. Setiap orang yang menalar selalu menggunakan bahasa, baik bahasa yang digunakan dalam pikiran, bahasa yang diucapkan dengan mulut, maupun bahasa tertulis. Dengan demikian, jelas bahwa bahasa adalah alat berpikir. Bahasa adalah alat bernalar.
C.     Prinsip-prinsip/Hukum Dasar Pemikiran

v  Hukum Identitas 
Hukum identitas menyatakan bahwa kalau satu pernyataan benar, maka pernyataan itu benar; atau, setiap proposisi berimplikasi/berarti dirinya sendiri: a berimplikasi a. Mungkin kelihatannya hal ini sepele, tetapi seperti dicatat Gordon Clark, alangkah anehnya dunia jika hukum ini tidak berlaku, karena dunia ini akan menjadi dunia yang tidak memiliki konsep identitas atau kesamaan. 


v  Hukum Tidak ada Jalan Tengah 
Hukum Tidak Ada Jalan Tengah menyatakan bahwa segala sesuatu haruslah apa adanya atau tidak; atau segala sesuatu adalah a atau bukan-a. Dengan kata lain, misalnya, sebuah batu haruslah keras atau tidak keras; diam atau tidak diam.
v  Hukum Kontradiksi 
Hukum kontradiksi (juga dikenal dengan hukum non-kontradiksi) menyatakan bahwa tidak ada pernyataan yang sekaligus benar dan salah; atau a dan bukan-a [sekaligus] adalah kontradiksi (selalu salah). Karena itu, tidak mungkin sekaligus a dan bukan-a. Hukum ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dapat sekaligus benar dan salah pada saat yang sama dan tempat yang sama. Rumusan Aristoteles terhadap hukum ini menyatakan bahwa satu atribut tidak dapat dimiliki dan tidak dimiliki oleh satu subyek pada saat yang sama dan dalam hubungan yang sama: tidak mungkin a dan bukan-a (sekaligus). Sekali lagi, setiap pernyataan yang berbentuk a dan bukan-a pasti salah. Setiap pernyataan jamak yang memiliki struktur seperti itu pasti bersifat kontradiksi.
Formulasinya sebagai tidak mungkin a dan bukan a mengasumsikan Hukum Identitas sebagai benar karena proposisi “a” selalu berimplikasi (berarti) dirinya sendiri (a berimplikasi a). Sebagai sebuah disjungsi, hukum ini mengungkap Hukum Tiada Jalan Tengah yaitu a atau bukan-a. Lebih lanjut, Hukum Kontradiksi adalah sesuatu yang tidak terelakkan bagi diskursus yang bermakna, karena tanpa Hukum Kontradiksi maka pembedaan antara kebenaran dan kesalahan akan lenyap dan seiring dengan hilangnya pembedaan itu, maka makna juga lenyap. John Robbins menyatakan demikian:  “Hukum kontradiksi memiliki makna yang lebih jauh dari pada itu.




LANDASAN FILOSOFIS ILMIAH

A.    Landasan Ontologi
Perbincangan tentang hakekat berarti tentang kenyataan yang sebenarnya, bukanlah kenyataan semu ataupun kenyataan yang mudah berubah-ubah. Secara etimologi, Ontologi berasal dari kata Yunani, On=being, dan Logos=logic. Sehingga Ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ia berusaha mencari inti dari setiap kenyataan. Bagi Sidi Gazalba Ontologi adalah dasar dari Filsafat yang membahas tentnag sifat dan keadaan terakhir dari suatu kenyataan. Sebab itulah Ontologi disebut pula sebagai ilmu hakikat. Sementara itu, Amtsal Bakhtiar menyimpulkan bahwa Ontologi tidak lain adalah “Ilmu yang membahastentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak” 
Dalam perbincangannya, seringkali Ontologi dihubungkan dengan Metafisika, yakni cabang ilmu dalam filsafat yang berbicara mengenai keberadaa (being) dan eksistensi (existence). Untuk memperjelas keberadaan keduanya, Christian Wolf, sebagaimana dikutip oleh Rizal Mustansyir, membagi Metafisika menjadi dua, yakni Metafisika Umum atau Ontologi yang membahas tentang hal “Ada” (being) dan Metafisika khusus yaitu Psikologi (bicara hakikat manusia), Kosmologi (bicara asal-usul semesta) dan Teologi (bicara keberadaan Tuhan).
Pemikiran Ontologi (Metafisika Umum) yang berkisar pada hakikat dari yang Ada, telah mengelompokkan para filosof dalam beberapa kelompok, di antaranya; 
a. Monisme; yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, baik yang asa itu berupa materi maupun ruhani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya.
b. Dualisme; kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yang spirit dan jasad. Asal yang materi berasal dari yang ruh, dan yang ruh berasal dari yang materi. Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). 
c. Pluralisme; kelompok ini berpandangan bahwa hakikat kenyataan ditentukan oleh kenyataan yang jamak/berubah-ubah. Filosof Klasik, Empedokles, adalah tokoh Pluralis yang mengatakan bahwa kenyataan tersusun oleh banyak unsur (tanah, air, api, dan udara). Tokoh Pragmatisme, William James juga seorang Pluralis yang berpendapat karena pengalaman kita selalu berubah-ubah, maka tidak ada kebenaran hakiki kecuali kebenaran-kebenaran yang selalu diperbarui oleh kebenaran selanjutnya.
d. Nihilisme; kelompok Nihilis diprakarsai oleh kaum Sofis di era Klasik. Mereka menolak kepercayaan tentang realitas hakiki. Realitas, menurut mereka adalah tunggal sekaligus banyak, terbatas sekaligus tidak terbatas, dan tercipta sekaligus tidak tercipta. Selain tokoh Sofis, Friedrich Nietzsche adalah tokoh filosof Eropa yang sangat bernuansa Nihilisme, hingga ia meniadakan keberadaan Tuhan “Allah sudah mati”
e. Agnostisisme; pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat ada (being) manusia, tetapi yang ada adalah keberadaan (on being)-nya.
B.     Landasan Epistemologi
Epistemologi adalah landasan ilmu yang mempersoalkan hakikat dan ruang lingkup dari pengetahuan. Ia berasal dari istilah Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang artinya teori; jadi epistemologi secara terminologi dapat dipahami sebagai teori tentang pengetahuan. Secara general, aliran dalam Epistemologi terbagi menjadi dua, pertama Rasionalisme atau Idealisme, dan kedua Empirisme atau Realisme. Yang pertama menekankan pada pentingnya peran ‘akal’ dan ‘idea’ sebagai sumber ilmu pengetahuan, sedangkan panca indera dinomorduakan. Sedangkan aliran kedua berbicara tentang penekanan ‘indera’ dan ‘pengalaman’ sebagai sumber sekaligus alat dalam memperoleh pengetahuan.
Kedua kelompok ini saling bersitegang, hingga munculnya aliran ketiga, yaitu Rasionalisme Kritis yang menekankan adanya kategori sintesis yakni perpaduan antara kedua sumber pengetahuan (akal dan rasio) dalam sebuah ilmu pengetahuan. (Abdullah,dkk, 1995)  Obyek Material dari Epistemologi adalah pengetahuan itu sendiri, sedangkan hakikat pengetahuan adalah obyek formal yang menjadi pembahasan inti dari Epistemologi. Secara umum dapat dikatakan bahwa epistemologi membahas apa yang disebut sebagai pengetahuan dan ‘kebenaran ilmiah’ dari pengetahuan tersebut, yang membedakannya dengan pengetahuan karena ‘kepercayaan’, yang disebut Mustansyir sebagai pengetahuan nir-ilmiah. 
Dari karakteristik dasarnya, suatu pengetahuan dapat dibedakan menjadi setidaknya empat pengetahuan, yakni:  Pengetahuan indrawi; adalah pengetahuan yang didapatkan melalui indera (sense) atau pengalaman (empiric). Pengetahuan akal budi; adalah pengetahuan yang didapatkan melalui pendasaran rasio atau pemikiran. Kedua pengetahuan diatas, disebut sebagai dasar dari pengetahuan ilmiah. Berbeda dengan keduanya, dua pengetahuan terakhir seringkali dipertanyakan kadar ke-ilmiah-an nya. Yakni:  Pengetahuan intuitif; pengetahuan yang didapatkan dari kesadaran akan pengalaman langsung, melalui intuisi. Beberapa filosof Islam menekankan pengetahuan ini, seperti Ilmu Hudluri a-la Suhrawardi dan Mulla Sadra (Iran) Pengetahuan Kepercayaan; adalah pengetahuan yang didapatkan dari otoritas atau profesionalitas seorang tokoh atau sekelompok orang. Pengetahuan yang didapatkan dari doktrin agama biasanya dimasukkan ke dalam pengetahuan jenis ini. (Mustansyir dan Munir, 2009).

C.     Landasan Aksiologi
Aksiologi, secara etimologi berasal dari kata axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Sehingga Aksiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang menjadikan kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai sebagai problem bahasannya. Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah “Sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai” (Bakhtiar, 2009) Dengan demikian, obyek formal dari Aksiologi adalah nilai itu sendiri. Dari pengertian terminologi di atas, pembahasan Aksiologi terdiri atas beberapa faktor penting di dalamnya. 
v  Pertama, Aksiologi membahas tentang kodrat suatu nilai, atau dengan kata lain pertama-tama Aksiologi membicarakan apa hakikat terdalam dari suatu nilai.
v  Kedua, Aksiologi memperdebatkan perbedaan jenis dari suatu nilai. Secara umum, pemikiran tentang perbedaan jenis membedakan nilai dari yang intrinsik, yaitu nilai yang berada di dalam diri suatu benda (atau peristiwa) dan nilai yang instrumental, yaitu nilai yang muncul hanya karena entitas/sifat tersebut dilekatkan pada suatu benda (atau peristiwa).
v  Ketiga, Aksiologi juga berbicara pada kriteria dari suatu nilai, yakni kadar ukuran yang digunakan untuk meletakkan nilai pada suatu benda atau peristiwa. Bagi kaum Positivis kadar keobjektifan suatu tindakan atau suatu pemikiran menjadi ukuran nilai suatu peristiwa. Sedangkan seorang Hedonist melihat kesenangan manusia adalah nilai tertinggi yang ingin didapatkan manusia.
v  Terakhir, Aksiologi berbicara mengenai status metafisik suatu nilai. Yakni bagaimana hubungan antara nilai dan fakta yang diamati. Dalam hal ini terdapat tiga perbedaan pandangan tentang nilai.  Subjektivisme, yang berpandangan bahwa suatu nilai berhubungan erat dengan pengalaman manusia.

PARADIGMA

A.    Paradigma Ilmu Pengetahuan Dan Teori
Ada 3 tahapan dalam paradigma ilmu pengetahuan dan teori
1.  Tahap pertama Paradigma disini membimbing dan mengarahkan aktifitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Disini para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang di gelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahapan ini para ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya selama menjalankan aktifitas para ilmuan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat di terangkan dengan paradigma yang digunakan sebagai bimbingan atau arahan aktifitas/anomalinya, Anomaly merupakan suatu keadaan yang menunjukkan ketidak cocokan antara kenyataan dan paradigma yang di pakai.
2.  Tahap ke dua Adanya anomaly tersebut menimbulkan kecurigaan/pradugaan sehingga mulai diperiksa dan dipertanyakan mengenai paradigma tersebut.
3.  Tahap ke tiga Para ilmuan bisa kembali lagi ke jalan ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktifitas ilmiah berikutnya. Proses perubahan atau peralihan paradigm lama ke paradigma baru inilah dinamakan revolusi ilmiah.  
B. Macam-macam Paradigma Ilmu Pengetahuan
1.  Paradigma kualitatif
Proses penelitian berdasarkan metodologi yang menyelidiki fenomena social untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode berfikir induktif.


2. Paradigma deduksi-induksi
Penelitian deduksi (penelitian dengan pendekatan kuantitatif). Analisis data-kesimpulan. Penelitian induksi(pendekatan kualitatif). Pengumpulan data-observasi-hipotesis-kesimpulan.
3.  Paradigma piramida
Kerangka berfikir/model penyelidikan ilmiah yang tahapannya menyerupai piramida. Terbagi menjadi:
v  Piramida berlapis, yang menunjukkan semakin ke atas berarti tujuan semakin tercapai yaitu ditemukannya teori baru
v  Paramida ganda, yang di buat berdasarkan piramida yang sudah ada
v  Piramida terbalik, piramida yang di buat berdasarkan teori yang sudah ada
4.  Paradigma siklus empiris
Kerangka berfikir atau model penyelidikan ilmiah berupa siklus
5.  Paradigma rekonstruksi teori.
Model penyelidikan ilmiah yang berusaha merancang kembali teori atau metode yang telah ada dan digunakan dalam penelitian. Agar model rekonstruksi teori dapat di terapkan dengan baik, pemilihan dan penguasaan teori tertentu yang dianggap relevan dengan penelitian sangat menunjang keberhasilan teorinya.



DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, ahmad. 1996. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Tafsir, ahmad. 1990. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya



 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

tugas tafsir ayat al-hasyr ayat 7

PAJAK/FA’I (Tafsir Surat Al-Hasyr (59) Ayat 7)                             Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Dosen Pengampu : Yusup Azazy, S.Ag, MA Disusun Oleh Kelompok IX v   Adnan Akbar                     (1153020011) v   Dede Riris Karina             (1153020036) v   Desi Ratna Wulan           (1153020038) v   Neng Yeni Srilestari        (1153020053) JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 1438 H/2016 M DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................        ii DAFTAR ISI ......................................................................................................................       iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................        1 A.      Latar Belakang ..........

makalah proses manajemen risiko

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kata “resiko” seringkali kita dengar dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak  dapat dilepaskann dari aktivitas mengela resiko, begitupula dalam dunia perbankan. Resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Namun resiko yang merugikan inilah yang harus diatasi atau diminimalisir oleh suatu perusahaan. Resiko tentu saja harus dikelola karna mengandung biaya yang tidak sedikit. Resiko dapat dikurangnni dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi, adapun proses dari manajemen resiko

Makalah Akad-akad terlarang

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat terlepas dari orang lain dalam memenuhi segala macam kebutuhannya. Karena manusia merupakan makhluk sosial. Maka dalam setiap kegiatannya itukah adanya akad. Akad adalah alat paling utama dalam sah atau tidaknya kegiatan muamalah dan juga akad menjadi tujuan akhir dari muamalah. Namun tak banyak orang yang tahu mengenai sah atau tidaknya akad yang dilakukan. Diperbolehkan atau mungkin dilarangkah akad yang dilakukan tersebut. Jika akad yang kita lakukan diperbolehkan maka kegiatan muamalah tersebut menjadi sah hukumnya. Namun jika sebaliknya, maka hukumnya bisa menjadi haram. Akad yang terlarang itu bisa jadi awal mulanya halal namun ada unsur-unsur yang membuatnya menjadi haram. Akan tetapi banyak orang diluar sana yang kurang peduli dengan akad-akad larangan. Bahkan sebagian melakukan kegiatan tersebut berulang-ulang. Hal ini mengakibatkan hidup yang kurang berkah bahkan mendapat dosa dari akad yang dilaku