Langsung ke konten utama

KAJIAN HUKUM PIDANA

BAB I 
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Hukum itu penting apalagi dalam bermasyarakat, hukum itu ada untuk membuat kehidupan yang aman dan tentram sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dimana setiap hak antar individu juga terjaga. Seiring dengan zaman, hukum semakin berkembang dengan pesat terutama dikalangan intelektual. Ini juga bermanfaat agar kita mampu menilai kerja para penguasa menjalankan tanggung jawab yang telah diamanahkan padanya. 
Seperti yang kita ketahui hukum adalah adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan adanya hukum diharapkan terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, Perbuatan pidana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.  

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hukum Pidana Diartikan?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hukum Pidana?
3. Apa saja yang menjadi sumber dalam Hukum Pidana?
4. Apa saja yang menjadi asas dalam penerapan Hukum Pidana?
5. Bagiamana mengenai dengan Tindak Pidana?




BAB II 
TINJAUAN TEORITIS

Hukum Pidana adalah hukum yang dijatuhkan pada orang yang melanggar aturan hukum yang ada yang diberikan oleh pihak berwenang. Atau juga dapat diartikan hukum balas membalas. Hukum pidana ini bersifat publik. Aturannya termuat dalam Kitab Undang-Undang Pidana yang mana merupakan jiplakan dari Belanda. Hanya saja diperbaharui berdasarkan kesesuaian kehidupan pada masyarakat Indonesia. Hukum pidana hanya bersumber pada hukum tertulis, dimana hukum pidana ini tidak boleh berlaku surut dan juga tidak boleh dianalogikan. Tapi hukum pidana harus ditafsirkan. Seperti hukum-hukum lainnya hukum pidana juga memiliki tujuan yaitu diantaranya: 
 Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik. (Fungsi Preventif) 
 Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya. (Fungsi Represif) 

hukum pidana memiliki fungsi yaitu untuk melindungi kepentingan umum, adapun 3 kepentingan yang wajib dilindungi diantaranya: 
 Kepentingan Hukum Perorangan
 Kepentingan Hukum Masyarakat
 Kepentingan Hukum Negara
  Dalam Hukum Pidana baik negara maupun badan hukum yang bersifat hukum publik yang lebih rendah lainnya tidak dapat berwenang main hakim sendiri. Karena selain melanggar HAM juga menyalahi aturan hukum yang telah dibuat. Hukum Pidana mempunyai batas berlaku.


Adanya hukum pidana karena adanya tindak pidana atau sering disebut dengan delik. Yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai aturan atau suatu tindak kejahatan. Yang menimbulkan seseorang itu menerima sanksi dari apa yang telah diperbuatnya. Unsur dari tindak pidana itu sendiri terdiri atas, perbuatan manusia dan melanggar hukum. Hukum pidana di Indonesia berbeda dengan hukum pidana negara lain.
Perbuatan-perbuatan hukum yang dilarang oleh Hukum Pidana diantaranya:
 Pembunuhan
 Pencurian
 Penipuan
 Perampokan
 Penganiayaan
 Pemerkosaan
 Korupsi

Sistematika pemberian hukuman pada pelaku tindak pidana yaitu
 Hukuman Pokok (Hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
 Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu.
2. Perampasan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman putusan hakim.



BAB III 
PEMBAHASAN 

A. Pengertian Hukum Pidana 
Pidana memiliki arti hukuman atau nesatapa atau sedih hati sedangkan dalam bahasa Belanda pidana disebut Straft. Kepidanaan artinya apa-apa yang dianggap tidak baik atau kejahatan. Pemidanaan artinya penghukuman. Sedangkan menurut Belanda strafrecht adalah segala aturan yang mengandung perintah.1 Atau Segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran (Overtredingen), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya yang diatur oleh Hukum Pidana (Strafrecht) dan dimuat dalam satu Kitab Undang-Undang yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) disingkat "KUHP" (WvS).2 Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.3 Sedangkan menurut Prof. Moeljatno, Hukum Pidana merupakan bagian dari seluruh hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasardasar dan aturan-aturan untuk: 
1. Menentukkan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menentukkan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 
                                                         
 1 Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1992, hlm 114 2 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976, hlm 257 3 Aruan Sakidjo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990, hlm 8

3. Menentukkan dengan cara begaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Adapun pengertian Hukum Pidana menurut beberapa ahli diantara: a. Simons    Hukum Pidana adalah semua perintah dan larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana/nestapa bagi barangsiapa yang tidak menaatinya. Dan juga merupakan semua aturan yang ditentukan oleh negara yang berisi syarat-syarat untuk menjalankan pidana tersebut. b. Van Hattum Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti dan ditetapkan oleh suatu negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengkaitkan pelanggaran terhadap peraturanperaturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa pidana. c. Hazewinkel Suringa Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya. d. Mezger  “Hukum pidana adalah semua aturan hukum (die jenige rechtnermen) yang menentukan / menghubungkan suatu pidana sebagai akibat hukum (rechtfolge) kepada suatu perbuatan yang dilakukan” e. W.L.G. Lemaire 


Hukum pidana  terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. 

Hukum pidana tidak lahir begitu saja, tidak lahir dari norma hukum sendiri, tapi terkanduang dalam norma-norma lain seperti norma kesusilaan, norma agama dan norma adat. Hukum pidana ada dengan maksud untuk menguatkan norma-norma tersebut. 

Hukum pidana di indonesia dibagi menjadi dua: 
1. Hukum Pidana Materiil, yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukan tentang tindakan-tindakan yang mana merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukm, siapa orangnya yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak.4 
2. Hukum Pidana Formil, merupakan sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk mengadili serta memberikan putusan terhadap orang yang melanggar aturan atau melakukan tindak pidana, dengan kata lain adalah caranya hukum pidana yang bersifat abstrak dapat diberlakukan secara nyata atau konkrit dalam kehidupan. Yang disebut juga dengan hukum acara pidana.5 




                                                          
4 Leden Marpaung, Asas Teori-Praktek Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm 2
5 Ibid.


B. Sejarah Hukum Pidana di Indonesia
a.  Masa Sebelum Kedatangan Penjajah
Bangsa Indonesia telah memberlakukan Hukum Pidana, sebelum kedatangan bangsa Eropa. Tepatnya pada masa kerajaan banyak kerajaan yang telah mempunyai aturan hukum. Aturan-aturan itu tertuang dalam hukum adat yang berlaku didalam masyarakat dan juga keputusan para raja ataupun dengan kitab hukum yang dibuat oleh para ahli hukum. Selama terdapat komunitas dan kelompok maka akan ada hukum. Hukum pidana yang dulu berlaku berbeda dengan hukum pidana yang yang sekarang. Pada zaman dahulu, hukum belum memegang prinsip kodifikasi. Aturan hukum lahir bukan dengan sendirinya bahkan aturan hukum itu tidak terlahir dari norma hukum sendiri melainkan melalui proses interaksi dalam masyarakat yang terkandung dalam norma-norma yang hidup dalam masyarakat seperti norma agama, kesusilaan dan norma adat. Hukum pidana ada untuk memperkuat norma-norma tersebut.  Dalam hukum adat tidak terdapat pemisahan antara hukum pidana dan hukum perdata. Pemisahan antara hukum perdata yang bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari sistem Eropa yang kemudian berkembang di Indonesia. Di beberapa wilayah tertentu, hukum adat sangat kental dengan agama yang dijadikan agama resmi atau secara mayoritas dianut oleh masyarakatnya. Sebagai contoh, hukum pidana adat Aceh, Palembang, dan Ujung Pandang yang sangat kental dengan nilainilai hukum Islamnya.Begitu juga hukum pidana adat Bali yang sangat terpengaruh oleh ajaran ajaran Hindu.6  Hukum pidana adat mengalami akulturasi dengan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk, karakteristik lainnya adalah bahwa pada umumnya hukum pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang tertulis. Aturan-aturan mengenai hukum pidana ini dijaga secara turun-temurun melalui cerita, perbincangan, dan kadang-kadang 
                                                         
 6 Ahmad Bahiej, Sejarah dan Problematika Hukum Pidana Materiel di Indonesia, 2006, hlm 2-3


pelaksanaan hukum pidana di wilayah yang bersangkutan. Namun, di beberapa wilayah adat di Nusantara, hukum adat yang terjaga ini telah diwujudkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dibaca oleh khalayak umum. Sebagai contoh dikenal adanya Kitab Kuntara Raja Niti yang berisi hukum adat Lampung, Simbur Tjahaja yang berisi hukum pidana adat Sumatera Selatan, dan Kitab Adigama yang berisi hukum pidana adat Bali.7  

b.    Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda
1.    Masa Penjajahan Indonesia mengalami penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan. Pola pikir hukum barat yang sekuler dan realis menciptakan konsep peraturan hukum baku yang tertulis. Pada masa ini perkembangan pemikiran rasional sedang berkembang dengan sangat pesat. Segala peraturan adat yang tidak tertulis dianggap tidak ada dan digantikan dengan peraturan-peraturan tertulis. Tercatat beberapa peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda seperti statuta Batavia (Statute Van Batavia).  Dapat disimpulkan bahwa, di zaman Belanda hukum pidana untuk orang eropa diatur dalam staatsblaad 1966 no. 55. Sedangkan untuk penghuni Indonesia lainnya diatur undang-undang hukum pidana tersendiri berdasar staatsblaad 1872 no. 85. Kemudian pada tahun 1915 dibentuk suatu kodifikasi kitab undang-undang hukum pidana baru melalui staatsblaad 1915 no. 73. Kodifikasi itu disebut Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Kitab KUHP tersebut diperlakukan bagi seluruh                                                           
 7 Ibid.  

penghuni Indonesia pada tanggal 1 januari 1918. Setelah Indonesia merdeka tepatnya pada tahun 1946 ditetapkan undang-undang no. 1 tahun 1946 yang isinya bahwa Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie diperlakukan namun telah dilakukan berbagai perubahan guna menyesuaikan kondisi Indonesia. Undang-undang itu di kukuhkan kembali dengan undang-undang no. 73 tahun 1958 dan mulai berlaku pada tanggal 29 september 1958.8  

2.       Masa setelah Kemerdekaan
Selama lebih dari seratus tahun sejak KUHP Belanda diberlakukan, KUHP terhadap dua golongan warganegara yang berbeda tetap diberlakukan di Hindia Belanda. Hingga pada akhirnya dibentuklah KUHP yang berlaku bagi semua golongan sejak 1915. KUHP tersebut menjadi sumber hukum pidana sampai dengan saat ini. Pembentukan KUHP nasional ini sebenarnya bukan merupakan aturan hukum yang menjadi karya agung bangsa. Sebab KUHP yang berlaku saat ini merupakan sebuah turunan dari Nederland Strafwetboek (KUHP Belanda). Sudah menjadi konskuensi ketika berlaku asas konkordansi terhadap peraturan perundang-undangan. KUHP yang berlaku di negeri Belanda sendiri merupakan turunan dari code penal perancis. Code penal menjadi inspirasi pembentukan peraturan pidana di Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda berdasarkan perjalanan sejarah merupakan wilayah yang berada dalam kekuasaan kekaisaran perancis. Desakan pembentukan segera KUHP nasional sebagai sebuah negara yang pernah dijajah oleh bangsa asing, hukum yang berlaku di Indonesia secara langsung dipengaruhi oleh aturan-aturan hukum yang berlaku di negara penjajah tersebut. Negeri Belanda yang merupakan negeri dengan sistem hukum continental menurunkan betuknya melalui asas konkordansi. Peraturan yang berlaku di Negara jajahan harus sama 
                                                         
 8 Azwar Azis, Pengantar Hukum Indonesia, Pekanbaru: Suska Press, 2013, hlm 134


dengan aturan hukum negeri Belanda. Hukum pidana (straffrecht) merupakan salah satu produk hukum yang diwariskan oleh penjajah.  Pada tahun 1965 LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional) memulai suatu usaha pembentukan KUHP baru. Pembaharuan hukum pidana Indonesia harus segera dilakukan. Sifat undang-undang yang selalu tertinggal dari realitas sosial menjadi landasan dasar ide pembaharuan KUHP. KUHP yang masih berlaku hingga saat ini merupakan produk kolonial yang diterapkan di negara jajahan untuk menciptakan ketaatan. Indonesia yang kini menjadi Negara yang bebas dan merdeka hendaknya menyusun sebuah peraturan pidana baru yang sesuai dengan jiwa bangsa. Setelah merdeka indonesia masih memberlakukan hukum yang ada yang sebelumnya. Ini tertuang dalam pasal II peralihan UUD 1945 yang berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan bunyi: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Barulah dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun1946 diadakan perubahan yang mendasar atas Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Bahwa hukum pidana yang berlaku saat ini ialah hukum pidana yang berlaku pada 8 Maret 1942 dengan berbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan Negara Republik Indonesia. Kemudian nama Wetboek van Strafrecht voor NederlandschIndie diubah menjadi Wetboek van Strafrecht yang dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan berlakunya ini maka menghapus sistem dualisme yang ada di indonesia. Undang-Undang yang beralaku indonesia pun mengandung sistem konkordansi jadi apa yang diterapkan dibelanda juga berlaku di indonesia.9 



                                                         
 9 Ibid.

C. Sumber-Sumber Hukum Pidana di Indonesia
1. Sumber hukum tertulis dan terkodifikasi
 Kitab undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)   
Kitab ini disebut dengan Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang berlaku di indonesia pertama kali dengan titah raja dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 1918. WvSNI berubah menjadi KUHP dan berlaku untuk seluruh wilayah indonesia, berdasarkan Undang-Undang No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan dipertegas dengan Undang-Undang No 73 tahun 1958 tentang peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah indonesia.10  Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain: a. Buku I Tentang Aturan Umum (Pasal 1-103). 
b. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488)
c. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).11

 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1982 atau biasa disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana (KUHAP). Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah “Reglemen”  Indonesia yang dibaharui atau yang terkenal dengan nama “Het Herzein Inlandsch Reglement” atau H.I.R (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44), yang berdasarkan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Darurat tahun 1952, seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman tentang acara perkara pidana sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri 
                                                          
 10 Ibid. 11 Buku LUKS KUHP dan KUHAP, Jogjakarta: Harmoni, hlm 5


dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali atas beberapa perubahan dan tambahannya.12 
  Dengan undang-undang Nomor 1 tahun 1951 itu dimaksudkan untuk mengadakan unifikasi hukum acara pidana, yang sebeblumnya terdiri dari hukum acara pidana bagi landraad dan zacara pidana bagi raad van justitie. Adanya dua macam hukum acara pidana itu, merpakan akibat semata dari perbedaan peradilan bagi golongan penduduk bumi putera dan peradilan bagi  bangsa eropa di zaman hinida belanda yang masih tetap dipertahankan. Karena tujuan dari pembaharuan itu bukanlah dimaksudkan untuk mencapai satu kesatuan hukum acara pidana, tetapi ingin meningkatkan hukum acra pidana bagi raad van justiite. Meskipun Undang-Undangnomor 1 darurat tahun1951 telah menetapkan bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku untuk seluruh indonesia yaitu R.I.B. Akan tetapi ketetntuan yang tercantum didalamnya ternyata belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, perlindungan terhadap rakyat dan martabat manusia sebagimana wajarnya dimiliki ileh suatu negara hukum. Khususnya mengenai bantuan hukum di pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum tidak diatur dalam R.I.B sedangkan mengenai hak pemberian ganti rugi juga tidak dapat ketentuannya.13 

2. Sumber hukum tertulis dan tidak terkodifikasi Sumber hukum ini biasa disebut hukum pidana khusus, yaitu hukum pidana yang mengatur golongan-golongan tertentu atau terkait dengan jenis-jenis tindak pidana tertentu. Sumber hukum pidana khusus di indonesia ini diantaranya KUHP Militer dan beberapa perundangundangan antara lain: 
                                                         
 12 A. Siti Sutami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2007, hlm 61 13 Ibid.


 Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika
 Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
 Undang-undang Nomor 31 tahun1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana korupsi

3. Ketetntuan pidana dalam peraturan perundang-undangan non-pidana: Contoh UU non pidana yang memuat sanksi pidana:
 UU Lingkungan
 UU Pers
 UU Pendidikan Nasional
 UU perbankan
 UU Pajak
 UU Partai Politik
 UU Pemilu
 UU Merk
 UU Kepabean
 UU PasarModal Pidana

D. Asas-Asas dalam Hukum Pidana

1.    Asas Legalitas Asas ini tersirat didalam pasal 1 KUHP yang dirumuskan : 
a) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah adda sebelum perbuatan dilakukan.
b) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.   Asas hukum Nulum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege, Asas ini menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. 





2.    Asas Teritorial    Berlakunya undang-undang pidana suatu negara semata-mata digantungkan pada tempat dimana tindak pidana atau perbuatan pidana dilakukan, dan tempat tersebut harus terletak didalam teritori atau wilayah negara yang bersangkutan. 

3.     Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan 
   Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut. 

4.    Asas Nasionalitas Aktif 
   Artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana dimana pun ia berada. 

5.   Asas Nasionalitas Pasif 
  Artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara.14 

E. Tindak Pidana a.   Pengertian Tindak Pidana   Pengertia perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi orang yang melakukan pelanggaran tersebut.15 Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, yaitu suatu keadan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang.  
                                                          
 14 Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1990, hlm. 1 
 15 Ibid, hlm 54 



Sedangkan ancaman pidananya ditunjukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan erat, untuk menyatakan hubungan yang erat itu maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan epada dua keadaan konkrit: 
 Pertama: adanya kejadian tertentu dan 
 Kedua: adanya orang yang berbuat atau menimbulkan kejadian itu. 
Ada istilah lain yang dipakai dalam hukum pidana yaitu “Tindak Pidana”. Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata “Tindak” lebih pendek dari “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjukkan pada suatu abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang. Oleh karena tindak sebagai kata tidak begiru dikenal, maka dalam perundangundangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasal sendiri maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan.16 Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum pidana di indonesia memberikan definisi “tindak pidana” atau dalam bahasa Belanda Strafbaar Feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Stafwetboek atau Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing yaitu delict. Tindak pidaa berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.17 
                                                         
 16 Ibid. hlm 55 17 Wirjono Pradjadikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm 58


Sedangkan dalam buku pelajaran Hukum Pidana Drs. Adami Chazawi menyatakan bahwa istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dengan dalam hukum pidana belanda yaitu “Strafbaar Feit”, tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud Strafbaar Feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keberagaman pendapat.18 b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Trio Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris merumuskan empat hal pokok dalam perbuatan pidana. Seperti yang terlihat dalam definisinya sendiri. Perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela.19 

 Handeling (Perbuatan Manusia) Meskipun lamintang tidak menyebutkan perbuatan manusia sebagai salah satu unsur perbuatan pidana. Namun, secara tidak langsung ia juga mengakui perbuatan manusia sebagai bagian dari perbuatan pidana. Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia.20  
Penjelasan terkait melakukan sesuatu dan tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu dapat dijelaskan dengan menggambarkan perbedaan antara kelakuan seorang pencuri dan kewajiban seorang ibu. Seorang pencuri dapat dipidana dikarenakan ia berbuat sesuatu. Dalam hal ini seperti yang dirumuskan dalam pasal 362 KUHP. 
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara 
                                                         
 18 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 hlm 67 19 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1995, hlm 27 20 Op.Cit, hlm 183


paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”21 
Terlihat dari pasal tersebut, seorang dapat diancam karena pencurian disebabkan oleh perbuatan mengambil barang. Inilah yang disebut sebagai een doen (melakukan sesuatu). 

  Wederrechtjek (Melanggar Hukum) 
 Terkait dengan sifat melanggar hukum, ada empat makna yang berbeda-beda yang masing-masing dinamakan sama.22 Maka haruslah dijelaskan ke-empatnya. 
a) Sifat Melawan Hukum Formal, Artinya bahwa semua bagian atau rumusan (tertulis) dalam undang-undang telah terpenuhi. Seperti dalam pasal 362 KUHP tentang pencurian. Maka rumusannya adalah Mengambil barang orang lain, dengan maksud dimiliki secara melawan hukum. b) Sifat melawan Hukum Materil, Artinya perbuatan tersebut telah merusak atau melanggar kepentingan hukum yang dilindungi oleh rumusan delik tersebut. Kepentingan yang hendak dilindungi pembentuk undang-undang itu dinamakan “kepentingan hukum”.23 c) Sifat Melawan Hukum Umum, Sifat ini sama dengan sifat melawan hukum secara formal. Namun, ia lebih menuju kepada aturan tak tertulis. Dalam artian ia bertentangan dengan hukum yang berlaku umum pada masyarakat yaitu keadilan. d) Sifat Melawan Hukum Khusus, dalam undang-undang dapat ditemukan pernyataan-pernyataan tertulis terkait melawan 
                                                         
 21 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2011, hlm 104 22 Op.Cit, hlm 39 23 Ibid, hlm 23


hukum. Seperti pada rumusan delik pencurian “...dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum..”. Meskipun pada rumusan perbuatan pidana lainnya tidak ditemukan adanya pernyataan tersebut.  
Selain itu, sifat melawan hukum dilihat dari sumber perlawanannya terbagi menjadi dua. Pertama,  unsur melawan hukum yang objektif yaitu menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan.24 Kedua, unsur melawan hukum yang subjektif yaitu yang kesalahan atau peanggarannya terletak dihati terdakwa sendiri. Seperti rumusan pencurian yang mencantumkan maksud pengambilan untuk memiliki barang secara melawan hukum. 
c.   Jenis-jenis Delik 
  Penggolongan jenis-jenis delik terhadapat di dalam KUHP dan di luar KUHP. Jenis-jenis delik dalam KUHP terdiri atas kejahatan (Misdrijven) dan pelanggaran (Overtredingen), atau disebut delik hukum (Rechtsdelicten) dan delik undang-undang (Wetdelicten). Suatu perbuatan merupakan delik hukum (kejahatan) apabila perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum dari rakyat, terlepas dari apakah asas-asas hukum tersebut dicantumkan atau tidak dalam undang-undang pidana.  
Rechdelictum adalah perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan tidak adil menurut undang-undang dan perbuatan tidak adil menurut asas-asas hukum yang tidak dicantumkan secara tegas dalam undang-undang pidana. Tegasnya, perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, tetapi masyarakat memandangnya sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan hukum masyarakat yang bersangkutan. Jadi, delik undang-undang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan                                                           
 24 Op.Cit, hlm 68


dalam undang-undang pidana, terlepas dari apakah peruatan tersebut bertentangan atau tidak dengan kesadaran hukum rakyat.25 
Jenis-jenis delik di luar KUHP menurut ilmu pengetahuan, terdiri atas: 
 Doleuse Delicten dan Culpose Delicten 
 Formele Delicten dan Materiele Delicten 
 Commisie Delicten dan Ommise Delicten 
 Zelfstandige Delicten dan Voortgezette Delicten 
 Alfopende Delicten dan Voortdurande Delicten 
 Enkelvoudige Delicten dan Samengestelde Delicten 
 Eenvoudige Delicten dan Gequalificeerde Delicten 
 Polietieke Delicten dan Commune Delicten 
 Delicta Propria dan Commune Delicten 
                                 
 25  Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000,  hlm 55-57


BAB IV 
PENUTUP 

Hukum pidana adalah suatu hukum yang diberikan pada orang yang melanggar aturan hukum ada. Diberikan oleh penguasa atau yang berwenang. Hukum pidana indonesia merupakan jiplakan dari Belanda karena dahulu Belanda pernah menjajah Indonesia. Belanda pun merupakan jiplakan dari yang lain. Awalnya di Indonesia diberlakukan dualisme hanya saja setelah merdeka dualisme tersebut dihapuskan dan Indonesia bisa memperbaharuinya sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Sampai sekarang KUHP yang masih berlaku di Indonesia merupakan produk kolonial yang diterapkan di negara jajahan untuk menciptakan ketaatan.  Sumber-sumber hukum Pidana ada yang tertulis dan terkodifikasi ada juga yang tertulis tidak terkodifikasi, hukum pidana memiliki asas yaitu diantaranya: Asas Legalitas, Asas Teritorial, Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Asas Nasionalitas Aktif dan Asas Nasionalitas Pasif. Hukum Pidana tidak akan ada tanpa adanya Tindak Pidana, yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi orang yang melakukan pelanggaran tersebut.  Unsur-Unsurnya yaitu ada Handeling (Perbuatan Manusia) dan Wederrechtjek (Melanggar Hukum). Tindak Pidana juga disebut delik. Adapun macam-macam delik yaitu Doleuse Delicten dan Culpose Delicten, Formele Delicten dan Materiele Delicten, Commisie Delicten dan Ommise Delicten, Zelfstandige Delicten dan Voortgezette Delicten, Alfopende Delicten dan Voortdurande Delicten, Enkelvoudige Delicten dan Samengestelde Delicten, Eenvoudige Delicten dan Gequalificeerde Delicten, Polietieke Delicten dan Commune Delicten, dan Delicta Propria dan Commune Delicten. 



DAFTAR PUSTAKA 

Hilman Hadikusuma. 1992. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. 
Kansil. 1976. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 
Aruan Sakidjo. 1990. Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. 
Leden Marpaung. 2005. Asas Teori-Praktek Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 
Azwar Azis. 2003. Pengantar Hukum Indonesia. Pekanbaru: Suska Press. 
A. Siti Sutami. 2007. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. 
Moeljatno. 1990.  Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 
Wirjono Pradjadikoro. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 
Buku LUKS KUHP dan KUHAP. Jogjakarta: Harmoni. 
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris. 1995. Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty. 
Andi Hamzah. 2011. 
KUHP dan KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta. 
Pipin Syarifin. 2000. Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tugas tafsir ayat al-hasyr ayat 7

PAJAK/FA’I (Tafsir Surat Al-Hasyr (59) Ayat 7)                             Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Dosen Pengampu : Yusup Azazy, S.Ag, MA Disusun Oleh Kelompok IX v   Adnan Akbar                     (1153020011) v   Dede Riris Karina             (1153020036) v   Desi Ratna Wulan           (1153020038) v   Neng Yeni Srilestari        (1153020053) JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 1438 H/2016 M DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................        ii DAFTAR ISI ......................................................................................................................       iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................        1 A.      Latar Belakang ..........

makalah proses manajemen risiko

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kata “resiko” seringkali kita dengar dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Resiko merupakan bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak  dapat dilepaskann dari aktivitas mengela resiko, begitupula dalam dunia perbankan. Resiko berhubungan dengan ketidakpastian, ini terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Namun resiko yang merugikan inilah yang harus diatasi atau diminimalisir oleh suatu perusahaan. Resiko tentu saja harus dikelola karna mengandung biaya yang tidak sedikit. Resiko dapat dikurangnni dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi risiko-risiko yang akan terjadi, adapun proses dari manajemen resiko

Makalah Akad-akad terlarang

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat terlepas dari orang lain dalam memenuhi segala macam kebutuhannya. Karena manusia merupakan makhluk sosial. Maka dalam setiap kegiatannya itukah adanya akad. Akad adalah alat paling utama dalam sah atau tidaknya kegiatan muamalah dan juga akad menjadi tujuan akhir dari muamalah. Namun tak banyak orang yang tahu mengenai sah atau tidaknya akad yang dilakukan. Diperbolehkan atau mungkin dilarangkah akad yang dilakukan tersebut. Jika akad yang kita lakukan diperbolehkan maka kegiatan muamalah tersebut menjadi sah hukumnya. Namun jika sebaliknya, maka hukumnya bisa menjadi haram. Akad yang terlarang itu bisa jadi awal mulanya halal namun ada unsur-unsur yang membuatnya menjadi haram. Akan tetapi banyak orang diluar sana yang kurang peduli dengan akad-akad larangan. Bahkan sebagian melakukan kegiatan tersebut berulang-ulang. Hal ini mengakibatkan hidup yang kurang berkah bahkan mendapat dosa dari akad yang dilaku